Makna di Balik Ucapan "Kembali ke Rahmatullah" dan "Semoga Meninggalnya Husnul Khatimah".
Makna
di Balik Ucapan "Kembali ke Rahmatullah" dan "Semoga
Meninggalnya Husnul Khatimah".
Kematian
adalah sebuah kata yang sudah akrab di telinga. Kita sangat sering mendengar
kata ini terlepas dari apakah kita suka mendengarnya atau tidak. Bagi sebagian
atau mungkin banyak dari kita, kata ini sedikit manakutkan. Walaupun kejadian
kematian adalah sebuah keniscayaan, tetapi tetaplah sebagian kita merasa bahwa
sebaiknya kata ini tidak perlulah didiskusikan. Jika kita merupakan bagian dari
orang orang ini, maka mungkin perlu dipertanyakan tingkat kecerdasan kita.
Mengapa, karena definisi cerdas dari Nabi Muhammad SAW adalah mereka yang mau
mengingat, membicarakan (mendiskusikan) tentang kematian dan kemudian
mempersiapkan diri menghadapinya.
Terkadang,
kabar kematian yang kita dengar dari seseorang adalah:
“Telah
kembali ke Rahmatullah, bapak/ibu/sdr/sdri kita pada hari A karena sakit,
misalnya”
Apa
yang salah dengan kalimat ini?
Jika kita
memperhatikan makna dari kata-kata ini, maka kembali ke Rahmatullah berarti
kembali ke Rahmatnya Allah. Apa makna ucapan ini? Ketika kita mengucapkan
kembali ke Rahmatullah bagi seseorang yang telah meninggal, maka itu berarti
kita telah yakin bahwa orang itu akan masuk surga.
Mengapa
demikian? karena ukuran masuk tidaknya seseorang ke surganya Allah adalah
Rahmat Allah, sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW:
“Tidak
ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan
menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari
Allah” (HR. Muslim no. 2817)
Jadi
ketika kita mengucapkan kembali ke Rahmatullah, maka saya khawatir, kita sudah
bersikap kurang sopan kepada Allah.. karena kita sudah mendahului ketetapan
Allah. Tidak ada seorang pun dari kita yang bisa haqqul yaqin apakah kita akan
masuk surganya Allah atau nerakaNya kecuali nabi dan beberapa sahabatnya yang
sudah dijamin oleh Allah untuk masuk surga. Selebihnya wallahu a’lam.
Jadi
pada saat mengabarkan kematian seseorang, ada baiknya kita tidak mengucapkan
kata kata itu tetapi cukup (misalnya) dengan kata kata: “telah meninggal dunia
si A pada hari A karena sakit (misalnya).
Jikapun
kita tetap ingin mengucapkan kata kata itu, maka tambahkanlah sesudah kabar kematian
itu dengan kata semoga: “Semoga dia kembali ke Rahmatullah”. Artinya disini
kita berharap semoga dia yang meninggal itu mendapatkan Rahmat Allah.
Nah
sekarang, ketika mendengar kabar kematian seperti di atas, maka umumnya kita
akan berucap “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun” (sesungguhnya kami milik Allah
dan kepadaNya lah kami kembali / QS. 2:156) kemudian biasa ditambahkan “semoga
(meninggalnya) Husnul khotimah” dan seterusnya.
Sekali
lagi kata “semoga (meninggalnya) Husnul Khatimah” ini agak kurang tepat.
Jika
tujuan kita mengucapkan kata-kata itu adalah untuk menghibur kepada keluarga
yang ditinggalkan, maka tidak ada yang salah dengan kata-kata itu karena
kata-kata itu merupakan ucapan pengharapan (hiburan) kepada keluarga yang
ditinggalkan agar dia yang meninggal itu pada akhir hidupnya Husnul Khatimah.
Apakah
ucapan pengharapan itu ada manfaatnya untuk orang yang meninggal, sayang sekali
TIDAK, mengapa? Karena kematian telah menemuinya. Terlepas dari apakah dia
memang meninggal dengan Husnul Khatimah atau Su’ul Khatimah. Jadi bagi orang
yang meninggal, ucapan itu sia-sia.
Jadi
jika kita ingin mendoakan orang yang meninggal itu, kita bisa melakukannya
dengan ucapan doa bagi orang yang meninggal, misalnya:
“Ya
Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah dia. Berilah
kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya. Mandikanlah dia dengan air,
es, dan embun… dst. (HR. Muslim)
Atau
doa lainnya.
Ucapan
semoga meninggalnya Husnul Khatimah sebaiknya hanya diucapkan bagi kita yang
masih hidup bukan kepada orang yang telah meninggal. Karena dengan ucapan itu,
kita berharap (yang seharusnyalah diiringi dengan usaha dan doa) agar pada saat
kematian menemui kita, kita bisa meninggal dengan Husnul Khotimah.
Mungkin
kita bisa mengucapkan itu pada orang yang sedang sakit atau pada keluarga orang
yang sakit, tetapi masalahnya adalah dengan mengucapkan itu, kita akan diduga
keras mendoakan orang yang sakit itu cepat mati dan ini akan cukup menyakitkan
bagi orang yang sakit itu atau bagi keluarganya walaupun tidak ada yang salah
dengan kata-kata itu.
Juga
hati-hatilah dalam berdoa atau mengucapkan kata HUSNUL, dalam kalimat HUSNUL
KHATIMAH (حُسْن الْخَاتِمَة). Untuk diketahui
bahwa, HUSNUL asal katanya adalah “HASAN (حسن)”
yang berarti BAIK. “HUSNUL” berarti TERBAIK. Jadi makna dari kalimat “HUSNUL
KHATIMAH (حُسْن الْخَاتِمَة)” adalah : “MENINGGAL
DI SAAT (dalam keadaan) YANG TERBAIK”.
Lalu
bagaimana jika ditulis dan dibaca dengan “KHUSNUL KHATIMAH (خُسْن الْخَاتِمَة)” – “KHUSNUL” dengan menggunakan huruf Kho
(خ), artinya TERHINA atau TERENDAH. Maka
makna kalimat “KHUSNUL KHATIMAH (خُسْن الْخَاتِمَة)
adalah “MENINGGAL DISAAT (dalam keadaan) DIHINAKAN atau DIRENDAHKAN.
Astaghfirullahal
‘Azhiim, jauh sekali maknanya kalau kita salah mengucapkan atau salah
menulisnya.
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar
Al ‘Aydrus
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al
‘Aydrus, S.Kom.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس
Terima kasih ilmunya Habib
BalasHapus