Postingan

Hal-hal yang dapat menolak bala' dan bencana.

Hal-hal yang dapat menolak bala’ dan bencana. 1. Bertakwa kepada Allah. وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath Thalaaq (65) : 4 ) 2. Keberadaan Rasulullah SAW. Kehadiran atau adanya Rasulullah pada jaman dahulu tidak Allah turunkan bala’ atasnya sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. saat menafsirkan Firman Allah وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (QS. Al Anfaal (8) : 33). Berkata Ibnu Abbas  radhiyallahu 'anhu  ketika menafsirkan ayat di atas : كان فيهم أمانان النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار فذهب النبي صلى الله عليه وسلم وبقي الاستغفار Dulu para sahabat mempun...

Nadzar.

Nadzar.  Nadzar secara bahasa adalah janji secara mutlak baik berupa perbuatan baik atau buruk. Sedangkan menurut syara’ adalah mewajibkan diri untuk melaksanakan suatu qurbah (ibadah) yang bukan fardhu ‘ain dengan sighat tertentu. Nadzar hanya berlaku pada ibadah sunnah (seperti shalat/puasa sunnah) atau fardhu kifayah (seperti shalat jenazah, jihad fi sabilillah, dll), sehingga tidak sah Nadzar pada ibadah fardhu ‘ain (seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, dll) atau yang bukan ibadah, baik pekerjaan mubah (seperti makan, tidur,dll), makruh (seperti puasa dahr bagi orang yang khawatir sakit) ataupun haram (seperti minum khomr, berjudi, dll). Dalil yang Menunjukkan Terlarangnya Memulai Bernadzar. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّذْرِ قَالَ « إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ » “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ...

Menjelaskan hukum-hukum i’tikaf.

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْاِعْتِكَافِ (Fasal) menjelaskan hukum-hukum i’tikaf. وَهُوَ لُغَةً الْإِقَامَةُ عَلَى الشَّيْئِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ وَشَرْعًا إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ I’tikaf secara bahasa adalah menetapi sesuatu yang baik atau jelek. Dan secara syara’ adalah berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu. (وَالْاِعْتِكَافُ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ) فِيْ كُلِّ وَقْتٍ I’tikaf hukumnya sunnah yang dianjurkan di setiap waktu. وَهُوَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْهُ فِيْ غَيْرِهِ لِأَجْلِ طَلَبِ لَيْلَةِ الْقَدَرِ I’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon itu lebih utama daripada i’tikaf di selain hari tersebut, karena untuk mencari Lailatul Qadar. وَهِيَ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مُنْحَصِرَةٌ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ Menurut Imam Asy Syafi’i radliyallahu ‘anh, Lailatul Qadar hanya berada di sepuluh hari terakhir di bulan ...