Hukum nyadran atau sedekah bumi.
KH Irham Suharto dari dukuh Traju desa Manggungsari kecamatan Weleri bertanya :
Di desa saya, setiap tanaman padi mulai berisi banyak warga yang menyembelih kambing di pinggir sawah, kemudian dagingnya dimakan secara bersama-sama dan sisanya dibagikan kepada masyarakat. Mereka menamakan hal seperti itu dengan nama Nyadran atau kadang dengan nama Sedekah Bumi.
1. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan nyadran dan sedekah bumi?
2. Bagaimana hukumnya nyadran dan sedekah bumi dalam pandangan fiqih Islam?
Jawaban.
1. Nyadran merupakan reminisensi dari upacara sraddha Hindu yang dilakukan pada zaman dahulu kala. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nyadran itu berasal dari bahasa Arab نذرا yang artinya nadzar, kosakata nadzran kemudian dibaca dengan dialek Jawa menjadi nyadran. Nyadran juga terkadang dinamakan sedekah laut. Dulu tradisi nyadran dilakukan masyarakat pantai, sedangkan tradisi sedekah bumi dilakukan masyarakat petani. Tetapi sekarang tradisi penyembelihan kambing oleh masyarakat petani juga dinamakan nyadran.
2. Apabila penyembelihan kambing yang disebut Nyadran atau sedekah bumi itu diniati sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan-Nya berupa tumbuhnya tanaman padi yang subur dan berupa keadaan bumi yang aman dari malapetaka karena Allah, dan tidak diniati sebagai sesaji kepada Dewi Sri, atau kepada para dewa atau para danyang, maka hukumnya diperbolehkan, tidak diharamkan.
Tetapi apabila diniati sebagai sesaji kepada Dewi Sri, kepara para dewa atau para danyang, atau diniati sebagai persembahan kepada jin penjaga keamanan desa, maka hukumnya haram karena mengandung nilai kemusyrikan.
Terlebih lagi, apabila kerbau, sapi atau kambing yang telah disembelih itu kemudian kepalanya ditanam di dalam bumi, maka hukumnya juga haram, karena membuang harta yang bermanfaat itu termasuk menyia-nyiakan harta benda (تضييع المال). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hukum haramnya nyadran itu bukan haram mutlak, tetapi haram bersyarat (muqoyyad). Dan penentuan hukum tradisi seperti nyadran dan sedekah bumi itu tergantung kepada tujuannya. Ada kaidah fiqhiyah yang berbunyi :
للوسائل حكم المقاصد
Perbuatan yang berupa sarana itu hukumnya sama dengan tujuannya.
Apabila ada yang mengatakan bahwa nyadran itu haram mutlak, karena berasal dari budaya Hindu, maka perkataan itu tidak benar. Tidak semua yang berasal dari non-Islam itu diharamkan. Hukum Qishos yang disyariatkan oleh Nabi SAW itu berasal dari kaum jahiliyah, tetapi kok malah diharuskan, tidak dilarang karena berdasarkan asal usulnya.
Sesaji bukanlah ajaran islam dan tujuannya sudah menyimpang dari Islam, yaitu hewan yang disembelih atau makanan yang tersedia itu diperuntukkan kepada para dewa, arwah-arwah tertentu atau para danyang, dan dilakukan hanya menurut kepercayaan orang tua, tanpa berdasarkan kepada dasar-dasar agama Islam.
Referensi :
قال الله تعالى : وَلاَتَدْعُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لاَ يَنْفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَاِنْ فَعَلْتَ فَاِنَّكَ اِذًا مِنَ الظَّالِمِيْنَ ، يونس١٠٦
Allah berfirman : “Dan janganlah kamu memohon (beribadah) kepada selain ALLOH, akan apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, sebab jika kamu berbuat demikian, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang dholim”.
عن أنس بن مالك رضي الله عنه انه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلصَّدَقَةُ تَمْنَعُ سَبْعِيْنَ نَوْعًا مِنَ اَنْوَاعِ الْبَلاَءِ اَهْوَنُهَا الْجَدَامُ وَالْبَرص ، حديث مرفوع
Dari Anas bin Malik RA, bahwasanya dia berkata : Rasululloh SAW bersabda : “Shodaqoh itu dapat menolak tujuh puluh macam bala’ (bencana) yang paling ringan ialah penyakit kusta dan belang (sopak)”.
عن طارق بن شهاب، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: دخل الجنة رجل في ذباب، ودخل النار رجل في ذباب ، قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟! قال: مر رجلان على قوم لهم صنم لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئاً، فقالوا لأحدهما قرب قال: ليس عندي شيء أقرب قالوا له: قرب ولو ذباباً، فقرب ذباباً، فخلوا سبيله، فدخل النار، وقالوا للآخر: قرب، فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئاً دون الله عز وجل، فضربوا عنقه ف
دخل الجنة ، رواه أحمد
Dari Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah bersabda : “Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat pula”. Para sahabat bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulallah. Beliau menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, tidak seorangpun boleh melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kurban kepadanya. Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan sebagai kurban kepadanya. Merekapun berkata kepadanya lagi: Persembahkan, sekalipun hanya seekor lalat. Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan merekapun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanannya. Maka orang itu masuk neraka karena lalat. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang satunya lagi: Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab : Aku tidak akan mempersembahkan kurban kepada selain Allah Azza wa Jalla. Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya, orang ini masuk surga”. (HR. Ahmad)
Sumber : https://pcnukendal.id/hukum-nyadran-dan-sedekah-bumi/
Website : http://www.shulfialaydrus.com/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis ulang : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar