Bagaimana hukum anak yang belum di aqiqah.

Ada yang bertanya kepada Habib Muhammad Shulfi Alaydrus.

Pertanyaan : 

Assalamualaikum.... Ijin bertanya... Bagaimana hukumx anak yg belum d aqiqah hingga anak ini dah tumbuh dewasa bahkan dah menikah...

Jawaban : 

Wa'alaikumussalam.. Hukumnya aqiqah adalah sunnah muakkadah, sunnah yang di kuatkan, Disunnahkan di aqiqah pada hari ke 7, atau ke 14, atau ke 21 dan kelipatan 7, Jika seorang ayah tidak mengaqiqahkan anaknya maka anak tersebut tergadaikan, 

لَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى »

Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, Ahmad 5/12)

tergadaikan ulama menafsirkan beragam, ada yang mengatakan jika si anak meninggal sebelum dewasa (baligh) dan belum di aqiqah maka orangtuanya tidak bisa mendapatkan syafaat dari si anak, ada yang mengatakan maksud tergadaikan terselamatkan dari bahaya bagi si anak, ada juga yang mengatakan tergadaikan yaitu belum selamat dari (kekangan) syaitan, dll jika orangtuanya tidak mampu mengaqiqahkan anaknya maka tidak berdosa, tetapi belum gugur sunnah aqiqahnya.. Jika si anak sudah dewasa jika dirinya mampu untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri untuk menggugurkan sunnah mengaqiqahkan atas dirinya sendiri maka tidak mengapa, alias dibolehkan. 

Dalil :

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 8/412, berkata:

قَالَ أَصْحَابُنَا: وَلَا تَفُوتُ بِتَأْخِيرِهَا عَنْ السَّبْعَةِ. لَكِنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُؤَخِّرَ عَنْ سِنِّ الْبُلُوغِ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْبُوشَنْجِيُّ مِنْ أَئِمَّةِ أَصْحَابِنَا: إنْ لَمْ تُذْبَحْ فِي السَّابِعِ ذُبِحَتْ فِي الرَّابِعَ عَشَرَ، وَإِلَّا فَفِي الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ، ثُمَّ هَكَذَا فِي الْأَسَابِيعِ. وَفِيهِ وَجْهٌ آخَرُ أَنَّهُ إذَا تَكَرَّرَتْ السَّبْعَةُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَاتَ وَقْتُ الِاخْتِيَارِ. قَالَ الرَّافِعِيُّ: فَإِنْ أَخَّرَ حَتَّى بَلَغَ سَقَطَ حُكْمُهَا فِي حَقِّ غَيْرِ الْمَوْلُودِ. وَهُوَ مُخَيَّرٌ فِي الْعَقِيقَةِ عَنْ نَفْسِهِ قَالَ: وَاسْتَحْسَنَ الْقَفَّالُ وَالشَّاشِيُّ أَنْ يَفْعَلَهَا، لِلْحَدِيثِ الْمَرْوِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم: عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ" وَنَقَلُوا عَنْ نَصِّهِ فِي "الْبُوَيْطِيِّ" أَنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ وَاسْتَغْرَبُوهُ. هَذَا كَلَامُ الرَّافِعِيِّ وَقَدْ رَأَيْت أَنَا نَصَّهُ فِي "الْبُوَيْطِيِّ" قَالَ: وَلَا يَعُقُّ عَنْ كَبِيرٍ. هَذَا لَفْظُهُ بِحُرُوفِهِ نَقَلَهُ مِنْ نُسْخَةٍ مُعْتَمَدَةٍ عَنْ الْبُوَيْطِيِّ وَلَيْسَ هَذَا مُخَالِفًا لِمَا سَبَقَ. ؛ لِأَنَّ مَعْنَاهُ "لَا يَعُقُّ عَنْ الْبَالِغِ غَيْرُهُ" وَلَيْسَ فِيهِ نَفْيُ عَقِّهِ عَنْ نَفْسِهِ.

Ulama Syafi'iyah menyatakan: mengakhirkan aqiqah dari hari ketujuh tidak dianggap terlambat. Akan tetapi disunnahkan tidak mengakhirkannya sampai usia akil baligh. Abu Abdillah Al-Busyanji, salah satu ulama mazhab Syafi'i, berkata: Apabila aqiqah tidak dilakukan pada hari ketujuh maka dilakukan di hari ke-14, kalau tidak pada hari ke-21, demikian seterusnya kelipatan tujuh. Ada pendapat lain bahwa apabila tujuh berulang sampai tiga kali maka habislah masa memilih.

Imam Rofi'i berkata: Apabila mengakhirkan aqiqah sampai akil baligh maka gugur hukum aqiqah bagi selain anak yang lahir. Ia boleh akikah untuk dirinya sendiri. Imam Rafi'i berkata: Al-Qoffal dan Al-Syasyi menganggap baik melakukannya (akikah untuk diri sendiri) berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwa Nabi mengakikahi dirinya sendiri setelah kenabian. Para perawi menukil dari Al-Buwaity bahwa Nabi tidak melakukannya dan menganggap hadits ini gharib (dhaif). Ini pendapat Rofi'i. Saya (Imam Nawawi) telah melihat sendiri teks pendapat ini dalam Al-Buwaiti ia berkata: 'Tidak perlu akikah untuk orang yang sudah baligh.' Ini kutipan langsung yang dikutip oleh Al-Buwaiti dari naskah yang dapat dipercaya dan ini tidak berlawanan dengan keterangan yang sudah lalu, karena maksudnya adalah "Orang baligh tidak perlu diaqiqahi oleh orang lain." Ini bukan berarti melarang orang baligh akikah untuk dirinya sendiri.

Instagram : @shulfialaydrus 
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus 
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/ 

Donasi atau infak atau sedekah. 
Bank BRI Cab. JKT Joglo. 
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5. 
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom. 

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shalawat ‘Azhimiyyah (As Sayyid Ahmad bin Idris (Tarekat Idrisiyyah)).

Ratib Al Akbar.

Perbendaharaan Langit dan Bumi