Tanya jawab tentang kurban (Udhiyah).
Tanya
jawab tentang kurban (Udhiyah).
Apakah
yang dimaksud dengan Udhiyah (Kurban)?
Udhiyah
adalah hewan ternak yang disembelih pada di hari-hari Idul Adha dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah.
Kenapa
dinamakan udhiyah?
Penamaan
itu dinisbatkan kepada waktu dhuha, karena merupakan waktu yang disyariatkan
untuk mulai menyembelih.
Apa
saja dalil disyariatkannya Udhiyah?
Dalil
dari Al-Qur’an
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ
“Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
An-Nahr
adalah beribadah (dengan berkurban) dan menyembelih pada hari Idul Adha. Inilah
pendapat mayoritas Ahli Tafsir sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauzi di Zaadul
Masiir (9/249)
Dalil
dari As-Sunnah
1.
Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
ضَحَّى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا
“Sesungguhnya
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban dengan dua domba
putih yang bertanduk yang beliau sembelih dengan tangannya sendiri, sembari
mengucapkan basmalah dan bertakbir. Beliau meletakkan kakinya disamping leher
domba.” (Muttafaq ‘Alaih)
2.
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا
دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ
شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Apabila
telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara
kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan basyarnya
(kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).” (HR. Muslim
5232).
3.
Dari Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ
ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ
الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa
menyembelih (hewan kurban) setelah shalat (ied) maka ibadah kurbannya telah
sempurna dan ia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.” (HR.
Al-Bukhâri 5225).
Dalil
dari Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama)
Para
ulama sepakat akan pensyariatan Udhiyah sebagaimana dikatakan Ibnu Qudamah
dalam Al Mughni (11/95). Namun ada perbedaan pendapat tentang hukum Udhiyah.
Apa
hukum dari Udhiyah?
Setelah
para ahlul ilmi bersepakat atas pensyariatannya, selanjutnya mereka berbeda
pendapat dalam penetapan hukumnya.
Pendapat
pertama: Menurut jumhur ulama hukumnya Sunnah Muakkadah. Mereka berdalil dengan
hadits berikut ini. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah masuk sepuluh hari
pertama bulan Dzulhijjah dan salah
seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia
memotong rambut dan basyarnya (kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai
menyembelih).” (HR. Muslim 5232).
Kemudian
riwayat yang shahih dari Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa keduanya
pernah tidak berudhiyah karena takut kalau orang-orang menganggapnya wajib.
Pendapat kedua: Abu Hanifah dan Al Auza’i berpendapat
bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu.
Pendapat
yang tampak (jelas) dalam masalah ini – wallahu a’lam – bahwa hukumnya adalah
sunnah muakkadah. Dalil-dalil yang mewajibkan atasnya tidak menunjukkan bahwa
hal itu wajib. Baik karena tidak shahihnya dalil tersebut atau amalan itu hanya
sebatas perbuatan Nabi. Perbuatan itu tidak sampai pada perintah wajib
(walaupun dikerjakan Nabi), sebagaimana yang ditetapkan dalam ilmu ushul. Akan
tetapi bagi orang yang mampu tidak lantas meninggalkan amalan ini karena di
dalamnya mengandung ibadah kepada Allah SWT dan para ulama bersepakat atas
pensyariatannya.
Apakah
Udhiyah juga disyariatkan kepada setiap keluarga?
Udhiyah
disyariatkan kepada setiap keluarga. Sebagaimana sabda Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya wajib bagi setiap keluarga pada tiap tahunnya
berkurban dengan satu hewan sembelihan.” (HR. Ahmad (20207) dan at-Tirmidzi
berkata, Hasan Gharib)
Berdasarkan
atas hal ini, maka (satu hewan kurban) berlaku untuk semua penghuni rumah (Sunnah
Kifayah, yaitu : Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keluarga dengan menyembelih
1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di dalam rumah).
Apa
hikmah disyariatkannya Udhiyah?
Hikmahnya
untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya.
Diantaranya adalah dengan mengalirkan darah. Maka di sini, menyembelih hewan
udhiyah lebih utama dari mensedekahkan nilainya – menurut mayoritas ulama –.
Ketika hewan udhiyah itu lebih mahal, lebih gemuk, dan lebih sempurna, maka
itulah yang lebih utama. Dari sinilah para sahabat radhiyallahu ‘anhum memilih
hewan udhiyah yang gemuk. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Yahya bin
Sa’id berkata: Aku pernah mendengar Abu Umâmah bin Sahl berkata, “Dahulu kami
menggemukkan hewan kurban di Madinah dan kaum muslimin juga pada
menggemukkannya.”
Bagaimana
cara pembagiannya?
Ada
beberapa pendapat tentang hal ini.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, “Sepertiga dimakan, sepertiga diberikan kepada yang
dikehendaki, dan sepertiga disedekahkan kepada orang-orang miskin”
Ada
yang mengatakan: setengah dimakan sendiri dan setengah lagi disedekahkan.
Yang
rajih adalah dimakan, dihadiahkan, disedekahkan, dan terserah dimanfaatkan
sekehendaknya. Namun ketika seluruhnya disedekahkan, inilah yang paling utama.
Bolehkah
menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir?
Diperbolehkan
menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum
Muslimin jika orang yang sudah mendapat pembagian daging kurban, lalu daging
tersebut boleh di jual atau diberikan kepada siapapun termasuk kepada orang
kafir.
Bagaimana
jika cacat dari hewan udhiyah baru diketahui setelah hewan itu dibeli?
Bagi
yang membeli hewan udhiyah, kemudian di tengah jalan terjatuh atau mengalami
cacat, maka hewan itu tetap disembelih. Tidak ada dosa atas hal ini karena
pemiliknya tidak melampaui batas (tidak sengaja). Ini termasuk udzur dalam
syariat.
Bolehkah
berhutang untuk membeli hewan udhiyah?
Dibolehkan
membeli hewan udhiyah dengan berhutang ketika diyakini mampu untuk dilunasi.
Jika hutangnya sudah terlampau banyak – di samping hutang untuk berudhiyah,
maka lebih didahulukan untuk melunasi hutang untuk menghindari tanggungan.
Apakah
boleh berudhiyah untuk orang lain?
Diperbolehkan
berudhiyah untuk orang lain yang tidak mampu berkurban, tetapi harus seizinnya,
Jika orang lain ini mampu, maka kewajiban berkurban dibebankan kepadanya.
Bolehkah
menghibahkan hewan udhiyah kepada orang yang membutuhkan agar dia bisa
berudhiyah dengannya?
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membagikan hewan-hewan udhiyah kepada para
sahabatnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari. Ini merupakan dalil
bahwa orang kaya bisa membagi hewan-hewan udhiyah kepada fakir miskin agar
mereka bisa berudhiyah.
Apa yang disunnahkan dalam berudhiyah?
Lebih
utama adalah berudhiyah dengan hewan sehat, yang paling gemuk, paling mahal
harganya, dan paling disukai, dan paling banyak dicari untuk dijadikan hewan
udhiyah.
Apakah
wanita juga tidak memotong rambut dan kukunya saat ia ikut berudhiyah?
Seorang
wanita jika dia hendak berudhiyah, maka dia juga tidak memotong rambut dan
kukunya berdasarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Hal ini
berlaku umum bagi yang berkeinginan untuk berudhiyah, baik pria maupun wanita.
Bagaimanakah
ketentuan sapi dan unta?
Sapi
dan unta bisa untuk 7 orang atau lebih kurang dari itu. Jika lebih dari 7, maka
tidak diperbolehkan. Hadits yang menerangkan hal ini shahih.
Bolehkah
seseorang ikut patungan bukan untuk berudhiyah melainkan untuk mendapat hewan
jatah daging?
Diperbolehkan
mengikut sertakan seseorang yang menginginkan daging untuk ikut patungan dalam
menyembelih sapi atau unta, tetapi hanya satu orang untuk kurban kambing dan
tujuh orang untuk kurban sapid an unta.
Bagaimana
hukum menjual kulit hewan udhiyah?
Orang
yang berudhiyah tidak boleh menjual kulit hewan udhiyah. Hal ini karena udhiyah
tujuannya adalah memberikan seluruh bagian hewan karena Allah. Apa yang
ditujukan karena Allah, maka tidak dibolehkan untuk mengambil bagian darinya.
Oleh karenanya, penyembelih hewan juga tidak diberikan sesuatu dari hewan
udhiyah itu sebagai upah.
Diriwayatkan
dari Imam Bukhari dan Muslim dan lafazh hadits berikut ini adalah miliknya dari
‘Ali radhiyallâhu ‘anu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau, memerintahkan
mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung
unta untuk melindungi dari dingin), serta memerintahkanku untuk tidak memberi
sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda,
“Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.” (HR.
Muslim no. 1317)
Imam
Asy Syaukani dalam Nailul Authar (5/153) mengatakan, “Mereka bersepakat bahwa
dagingnya tidak dijual, begitu juga dengan kulitnya. Adapun Al Auza’i, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyah. Mereka berkata,
“Alokasi nilainya itu sebagaimana pengalokasian hewan udhiyah.”
Bolehkah
mensedekahkan kulit hewan udhiyah?
Diperbolehkan
mensedekahkan kulit kepada orang fakir atau dihadiahkan kepada siapa pun.
Bolehkah
seorang fakir menjual daging yang ia terima?
Seorang
fakir boleh untuk menjual daging udhiyah yang ia terima.
Bolehkah
memberikan hewan udhiyah kepada yayasan sosial?
Diperbolehkan
memberikannya ke yayasan sosial seperti halnya dialokasikan kepada orang-orang
fakir. Akan tetapi yang lebih utama adalah seseorang menyembelih sendiri,
kemudian membagikannya. Hal ini untuk menampakkan syiar dari maksud udhiyah itu
sendiri, yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
Bagaimanakah
doa menyembelih hewan udhiyah?
Orang
yang menyembelih mengucapkan, Allaahumma hadza ‘anni wa ‘an ahli baiti “Ya
Allah ini (hewan sembelihan) dariku dan dari keluargaku.” Sebagaimana riwayat
yang tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bolehkah
menggabungkan antara aqiqah dan udhiyah?
Dalam
hal ini para ulama berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Kalangan Hanabilah
dan Muhammad bin Ibrahim, Mufti Arab Saudi di masanya membolehkan hal ini.
Apakah
satu hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga?
Satu
hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga berapapun jumlahnya (Sunnah
Kifayah, yaitu : Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keuarga dengan menyembelih 1
ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di dalam rumah).
Bagaimana
dengan perihal tasmiyah (membaca basmalah) dan bertakbir atas hewan udhiyah?
Disyaratkan
untuk bertasmiyah dan disunnahkan untuk bertakbir. Kemudian menyebutkan siapa
yang diinginkan dari nama keluarganya. Walaupun dengan sebutan menyeluruh,
seperti mengatakan, “Dan dari keluargaku”. Maka hal ini tidaklah mengapa.
Bagaimana
kalau menyebutkan nama seorang yang meninggal dunia dari keluarganya ketika
berudhiyah?
Diperbolehkan
untuk menyebutkan nama orang yang sudah meninggal ketika berudhiyah. Misalnya
dengan mengatakan, “Ya Allah, ini dariku dan dari keluargaku yang masih hidup
dan yang sudah meninggal.” Sebagaimana yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada umatnya, mencakup yang hidup dan yang sudah mati.
Bagaimana
hukum wasiat hewan udhiyah dari seorang yang sudah meninggal?
Di
sini ada beberapa bahasan:
Jika
dari sepertiga hartanya cukup untuk alokasi hewan udhiyah, maka udhiyahnya
dilaksanakan.
Jika
tidak cukup dari sepertiga hartanya, maka anaknya disunnahkan untuk berudhiyah
atasnya, akan tetapi ini tidak wajib. Walaupun wasianya tidak dilaksanakan,
maka tidak berdosa. Udhiyah ini dikategorikan sebagai bentuk baktinya seorang
anak setelah meninggalnya orang tua.
Bagaimana
udhiyahnya seorang yang tinggal di negeri yang tata cara penyembelihannya tidak
syar’i?
Barangsiapa
yang berada di negeri seperti ini (seperti di Barat), maka ia boleh mengirim
uang kepada keluarganya dalam rangka mewakilkan udhiyahnya. Ia pun harus
menahan untuk tidak memotong rambut dan kukunya layaknya orang yang berudhiyah.
Apa
yang seharusnya dilakukan oleh orang yang ingin berudhiyah?
Barangsiapa
yang ingin berudhiyah, hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya saat masuk
pada 10 awal bulan Dzulhijah. Ini berlandaskan pada hadits Ummu Salamah:
“Apabila kalian telah melihat hilâl bulan dzulhijjah, dan salah seorang
diantara kalian berkeinginan berkurban maka hendaklah ia menahan diri dari
(memotong) rambut dan kukunya.” Dan didalam satu lafazh baginya, “Apabila telah
masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian
berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kulitnya
sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).”
Bagaimana
dengan hukum mandi, memakai wangi-wangian, menyisir rambut atau selainnya?
Setiap
hal yang tidak disebutkan dalam hadits Ummu Salamah, maka hal itu tidak
dilarang. Maka dibolehkan untuk mandi, menyisir rambut, memakai wangi-wangian,
mengenakan baju, jima’, memakai pacar, dan selainnya.
Apakah
keluarga yang ikut udhiyah juga harus membiarkan kuku dan rambutnya untuk tidak
dipotong?
Keluarga
tidak diharuskan melakukan hal ini. Keharusan itu berlaku bagi orang yang berudhiyah,
yaitu orang yang membelinya dan yang berudhiyah dengannya.
Bagaimana
hukum seorang yang lupa, tidak membiarkan rambut dan kukunya tumbuh?
Orang
yang berada dalam kondisi seperti ini tidak apa-apa, dikarenakan keumuman dalil
yang melandasi hal ini bahwa orang yang lupa tidak berdosa.
Bagaimana
hukum seorang yang menyengaja memotong kuku dan rambutnya?
Seorang
yang melakukan perbuatan ini hukumnya dosa. Dia harus bertaubat dan istighfar.
Kemudian ia tetap berudhiyah dan tidak ada kafarat baginya. Sebagaimana seorang
yang berbuat hal-hal haram. Sesungguhnya hukum asal ibadah adalah tidak
membatalkan (sah udhiyahnya) dan diharuskan bertaubat, tetapi menurut jumhur
ulama mengatakan hukumnya Sunnah walaupun sebagian ada yang mengatakan haram
tetapi walaupun berdosa tidak ada kafaratnya bagi yang memotong dengan sengaja.
Apakah
orang yang berhaji juga melakukan udhiyah?
Udhiyah
diwajibkan (Sunnah muakkad) selain kepada orang yang berhaji. Adapun orang yang
berhaji, para ahlul ilmu berbeda pendapat atasnya. Yang kuat adalah tidak
wajib. Tidak didapati dari para sahabat yang berhaji bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa mereka berudhiyah. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim
rahimahumallah dan sekumpulan ahlul ilmi merajihkannya.
Bolehkah
berudhiyah dengan selain dari hewan ternak?
Selain
hewan ternak tidak dibolehkan untuk udhiyah. Dari sini maka tidak dibolehkan
berudhiyah dengan ayam, kuda, kijang, atau hewan-hewan sejenisnya.
Bolehkah
menjual, menghibahkan, atau menggadaikan hewan udhiyah?
Tidak
diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi, karena tujuan hewan udhiyah adalah
untuk di jalan Allah. Setiap yang diperuntukkan di jalan Allah, maka tidak
diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi.
Bagaimana
ketentuan usia hewan udhiyah?
Ad-Dha’n
(kambing biasa) berusia 6 bulan, Ma’iz (kambing jawa) berusia 1 tahun, sapi
berusia 2 tahun, dan unta berusia 5 tahun.
Hewan
sembelihan seperti apakah yang paling utama untuk udhiyah?
Para
ulama berbeda pendapat tentang jenis hewan apakah yang lebih utama untuk
udhiyah. Pendapat yang rajih bahwasanya hewan yang utama secara berurutan
adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, kemudian yang termasuk budnah –
sapi atau unta –. Imam Bukhari (2001) meriwayatkan tentang sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat Jumat:
“Barangsiapa
mandi hari Jumat seperti mandi janabat lalu berangkat pada waktu yg pertama,
maka seakan ia telah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa berangkat pada
waktu yg kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa
berangkat pada waktu yg ketiga, maka seakan dia berkurban dengan seekor
kambing. Barangsiapa berangkat pada waktu yg keempat, maka seakan dia berkurban
dengan seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu yg kelima, maka seakan
dia berkurban dengan sebutir telur. Maka jika imam telah datang, para malaikat
hadir untuk mendengarkan khutbah.”
Apa
saja syarat-syarat dalam udhiyah?
Mampu,
maksudnya adalah mampu untuk membeli hewan udhiyah.
Hewan
udhiyah adalah dari hewan ternak.
Hewan
udhiyah tidak cacat.
Penyembelihan
di waktu-waktu yang ditentukan oleh syar’i.
Apa
saja jenis-jenis cacat dari hewan udhiyah?
* Buta
matanya, yaitu sudah tidak bisa melihat atau terkena sakit belek dan katarak,
atau matanya memutih yang menunjukkan bahwa hewan itu sudah buta.
*
Sakit, yaitu sakit yang menghalanginya dapat dikategorikan sebagai hewan ternak
yang sehat. Seperti demam yang menghambatnya berjalan atau menghilangkan selera
makannya. Dan sakit kudisan yang parah, sehingga berpengaruh pada dagingnya
atau berefek pada kesehatannya atau luka dalam yang berefek pada kesehatan atau
sejenisnya.
*
Pincang, yang dapat mengahalangi hewan itu berjalan tegak lurus.
*
Sangat kurus seperti tidak memiliki sumsum. Lemah yang dapat menghilangkan
kesadarannya. dalam kitab al-Muwaththâ`dari sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam ketika beliau ditanya apa yang harus dihindari dari binatang kurban?
Lalu beliau memberikan isyarat dengan tangannya seraya berkata: “Ada empat:
Pincang yang jelas kepincangannya, aura` (rusak sebelah matanya) yang jelas
a’warnya, sakit yang jelas sakitnya, dan kurus yang tidak mempunyai sum-sum.”
Diriwayatkan oleh Imam Mâaik dalam Muwaththa` dari Hadits al-Barra` bin ‘Azib
dan dalam satu riwayat dalam kitab sunan darinya radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri ditengah-tengah kami
lalu bersabda, “Ada empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban.”
Bagaimana
dengan cacat yang lebih berat dari kriteria di atas?
Tidak
diperbolehkan berudhiyah dengan hewan yang memiliki cacat melebihi kriteria di
atas, baik cacat dalam bentuk apapun dari kategori di atas.
agaimana
hukum berudhiyah dengan hewan yang buntung?
Para
ulama berbeda pendapat atas hewan yang terpotong ekornya. Yang shahih adalah
diperbolehkan karena dagingnya tidak berpengaruh atasnya dan juga tidak
membahayakan. Ini adalah pendapat Ibnu Umar, Ibnu Musayyib dan selainnya.
Bagaimana
berudhiyah dengan hewan yang dikebiri?
Diperbolehkan
berudhiyah dengan hewan yang dikebiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah berudhiyah dengan 2 domba yang dikebiri. Hal ini karena tidak
berpengaruh buruk kepada daging yang disembelih. Inilah pendapat jumhur ulama.
Ibnu Qudamah berkata: tidak ada khilaf sebagaimana yang kami ketahui.
Kapankah
hewan boleh disembelih?
Menyembelih
hewan udhiyah adalah setelah shalat ied hingga 3 hari setelahnya. Yaitu pada
hari-hari tasyriq hingga terbenamnya matahari pada hari keempat dari hari ied.
Yang lebih utama adalah menyegerakan untuk menyembelih sebagai bentuk
bercepat-cepat dalam kebaikan.
Kapan
waktunya?
Boleh
menyembelih pada siang hari atau malam hari, terserah waktunya. Tidak ada waktu
khusus dalam hal ini.
Bagaimana
ketentuan hewan udhiyah yang melahirkan?
Jika
hewan udhiyah melahirkan, maka anaknya juga ikut disembelih mengikuti induknya.
Ini karena induknya ditujukan di jalan Allah, maka anaknya mengikuti induknhya.
Inilah yang diambil jumhur ulama.
Bolehkah
mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelih?
Yang
lebih utama adalah menyembelih sendiri. Namun kalau ia ingin mewakilkan, maka
tidak mengapa jika yang diwakilkan itu muslim. Jika orang kafir, maka tidak
halal.
Bagaimana
jika hewan udhiyah mati, dicuri atau hilang sebelum disembelih?
Jika
hewan udhiyah mati, dicuri, atau hilang sebelum disembelih maka tidak ada
tanggungan bagi pemiliknya, ia tidak mengganti jika tidak melampaui batas/
tidak sengaja. Jika melampaui batas, maka ia harus mengganti sebagaimana titipan.
Bagaimana
jika terjadi kekeliruan dalam menyembelih?
Jika
terjadi kekeliruan dalam menyembelih, di mana seseorang mengambil hewan milik
orang lain, maka tidak ada dosa baginya. Satu sama lain sama-sama saling
mencukupi dan diberi balasan. Sesungguhnya kesalahan dan lupa itu dimaafkan.
Apa
saja yang dimakruhkan dalam menyembelih?
* Saat
mengasah pisau sembelihan, dilihat oleh hewan yang akan disembelih.
*
Menyembelih hewan sembelihan sedang hewan yang lain melihat.
*
Menyakiti hewan sembelihan dengan memukul tengkuk atau kakinya
Bolehkah
menyembelih hewan pada hari ied kemudian mengadakan walimah setelahnya?
Boleh
saja seorang yang menyembelih hewan udhiyah pada hari-hari tasyriq, karena hal
ini masih masuk dalam kategori tujuan disyariatkannya udhiyah.
Bagaimana
jika seseorang ingin berudhiyah di sebuah negeri sedangkan keluarganya di
negeri yang lain?
Seorang
yang berada di negeri yang berbeda dari keluarganya misalnya karena bekerja,
maka diperbolehkan bagi mereka untuk menyembelih di negeri ia bekerja. Dan
boleh bagi mereka untuk mewakilkan keluarganya dalam penyembelihan.
Bagaiamana
jika seseorang memiliki hutang padahal ada syariat udhiyah?
Ia
hendaknya lebih mendahulukan untuk melunasi hutang, karena ini lebih penting
dan lebih wajib.
Apakah
boleh berudhiyah dengan khonsa (berkelamin ganda)?
Para
ulama berbeda pendapat tentang udhiyah dengan khonsa. Yang benar adalah boleh
melakukannya karena bukan merupakan aib ada di dalam hadits.
Bagaimanakah
cara menyembelih hewan udhiyah?
Disunnahkan
untuk menyembelih dengan tangannya sendiri. Jika menyembelih sapi atau kambing
ia rebahkan di atas rusuk kirinya dengan menghadap ke kiblat. Kemudian menaruh
kakinya di sisi lehernya. Kemudian ketika menyembelih mengucapkan: “Bismillah
wallaahu akbar, Allahumma hadza minka wa laka, Allaahumma hadza ‘anni
(Bismillah wallahu akbar, ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu, ya Allah ini
dariku (atau: Allahumma taqabbal minni/ ya Allah terimalah dariku) wa ‘an ahli
baiti (dan dari keluargaku) atau dari sifulan (jika hewan kurban tersebut
adalah wasiat).
Bolehkah
menyembelih hewan udhiyah di malam ied?
Seseorang
yang menyembelih hewan udhiyah pada malam ied, lantaran saking banyaknya
antrian untuk disembelih tukang jagal, maka sembelihannya dianggap sembelihan
biasa. Ia harus mengganti dengan kambing yang lain.
Manakah
yang lebih utama antara menyembelih kurban dan bershadaqah dengan nilainya?
Yang
lebih utama adalah menyembelih kurban sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Para ulama membedakan antara berkurban untuk yang hidup,
yang lebih utama adalah menyembelih. Sedangkan berkurban untuk orang mati yang
lebih utama adalah bersedekah dengan nilainya. Ini karena sedekah atas orang
mati disepakati keberadaannya oleh para ulama. Ini adalah pendapat yang lebih
kuat. Ibnu Musayyib berkata, “Aku lebih suka berkurban dengan satu kambing
daripada bersedekah dengan 100 dirham.”
Apakah
seorang musafir juga diharuskan berkurban?
Para
ulama berbeda pendapat atas hal ini. Yang benar adalah bahwa safar selain haji
tidak menghalangi untuk berudhiyah. Ini adalah perkataan jumhur ulama, dilihat
dari keumuman dalil yang ada.
Bolehkah
berkurban dengan kambing yang belum mencapai umur?
‘ajul
musminah adalah hewan yang belum mencapai umur penyembelihan menurut syar’i,
namun pemiliknya sudah menghargai kambing ini dan menilanya sudah mencapai
timbangan umur yang sudah ada. yang benar adalah tidak diperbolehkan mengurangi
umur karena hal itu sudah diterangkan dalam hadits. Tujuan udhiyah di sini
bukan karena dagingnya, tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah.
Apa
warna hewan udhiyah yang paling utama?
Yang
lebih utama adalah seperti udhiyahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu
warna Amlah (yang berwarna hitam dan putih, namun dominan di putih). Dikatakan
juga bahwa warna yang seperti debu.
Bagaimana
jika waktu penyembelihan sudah terlewat?
Jika
waktu menyembelih terlewat, akan menjadi daging sembelihan biasa. Jika
berkenan, hewan itu disembelih dan dibagikan kepada para fakir dan mendapatkan
pahala sedekah. Jika tidak, maka hewan tersebut bukan termasuk hewan udhiyah
menurut pendapat yang sahih dari para ulama.
Bolehkah
memerah susu dari hewan udhiyah?
Para
ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Yang benar adalah diperbolehkan bagi
pemiliknya untuk memerah susunya untuk anak dari si induk asalkan tidak
membahayakan hewan tersebut. Diriwayatkan Al Baihaqi dari Mughirah bin Hadzf al
‘absyi ia berkata, “Kami pernah bersama Ali radhiyallahu ‘anhu di Rahbah, lalu
datang seorang laki-laki dari Hamdân yang tengah menggiring sapi yang diiringi
oleh anaknya, lalu ia berkata, “Aku (baru saja) membelinya untuk aku kurbankan
namun ia baru saja melahirkan.” Ali berkata, “Janganlah kamu minum susunya
kecuali yang lebih dari (keperluan) anaknya dan apabila tiba hari ‘Id maka
sembelihlah ia dan anaknya untuk tujuh (orang).”
Bolehkah
mencukur bulu hewan udhiyah?
Mencukur
bulu yang ada di hewan udhiyah jika lebih bermanfaat maka boleh. Sebagaimana
ketika terjadi musim semi agar ia mudah bergerak dan menjadi gemuk. Maka hal
ini boleh dilakukan dan bulunya disedekahkan.
Adapun
jika tidak memberikan madharat karena dekat dengan masa penyembelihan, atau
ketika ada bulunya itu justru bermanfaat untuk melindunginya dari panas dan
dingin, maka hal ini tidak boleh. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah.
Bolehkah
menyimpan daging hewan udhiyah?
Ada
hadits yang tsabit dan shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau melarang menyimpan daging hewan udhiyah di salah satu tahun, kemudian
mengijinkannya setelah itu. Jadi, larangan untuk menyimpan daging di sini
menjadi mansukh (diganti atau di hapu). Jadi boleh menyimpan daging kurban yang
sudah diterima, Inilah yang dikatakan jumhur ulama.
Bolehkah
memanfaatkan kulit hewan sembelihan?
Yang
benar adalah dibolehkan memanfaatkan kulit hewan sembelihan sebagaimana riwayat
yang shahih dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata: Pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada beberapa keluarga dari penduduk
suatu desa berdatangan (menanyakan) tentang daging kurban. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Simpanlah selama tiga hari, kemudian
shadaqahkanlah sisanya’. Namun setelah itu, kemudian mereka mengatakan: ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya orang-orang membuat tempat air dari (kulit) hewan
qurban, lalu mereka mengisinya dengan samin’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya: ‘Apa maksudnya?’ Mereka menjawab: ‘Anda telah melarang makan
daging kurban lewat dari tiga hari’. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‘Hanyasanya saya melarang kamu sekalian karena masih banyak
orang yang membutuhkan; maka makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah’.”
Bolehkah
mengganti hewan udhiyah yang sudah dibeli dengan hewan yang lebih baik?
Para
ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Yang lebih benar adalah perkataan
jumhur dari Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah bahwa boleh mengganti dengan yang
lebih baik. Ini karena mengganti hak yang diperuntukkan untuk Allah itu menjadi
lebih lebih utama jika diganti dengan yang lebih baik.
Bolehkah
membawa hewan udhiyah dari asal negerinya keluar dari negerinya?
Hukum
asalnya adalah hewan udhiyah tidak dibawa ke luar daerah/ negeri untuk
dibagikan kepada orang fakir dan membutuhkan yang ada di negerinya, ini
dikiyaskan kepada zakat. Jika hal itu memang dibutuhkan dan ada maslahat, maka
wajib menjaganya. Seperti ketika terdapa para fakir di sebuah negeri yang lebih
membutuhkan, maka hal itu diperbolehkan.
Bolehkah
orang yang berudhiyah memotong rambut atau kukunya karena rasa sakit padahal ia
masih dalam jangka waktu larangan memotong?
Barangsiapa
yang kukunya retak atau tersakiti dengan rambutnya, sedang ia dalam kondisi
ihram, maka ia boleh memotongnya. Tidak ada dosa baginya. Ini juga bukan
termasuk pelanggaran syariat dikarenakan hal itu untuk menjaga dirinya dan
menghilangkan bahaya darinya. Ini adalah kemudahan dari Allah.
Wallahu
a’lam bishowab.
(Referensi
dari berbagai sumber)
Website :
http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau
https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah :
https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar
Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al
‘Aydrus, S.Kom.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar