Janganlah mengambil ilmu agama dari ulama yang sanad ilmunya terputus.
Janganlah
mengambil ilmu agama dari ulama yang sanad ilmunya terputus.
Dari
Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg
berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di
dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam
Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh
Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan
orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan
Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ;
“Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu
lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun
satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu
tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka
bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hakikat
makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang
diperoleh dari ulama yang disampaikan secara turun temurun yang bersumber dari
lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wasallam. Oleh
karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR
At-Tirmidzi).
Ulama
pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulama sebelumnya yang tersambung
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Pewaris
Nabi artinya menerima dan mengikuti risalah Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dengan baik dan benar secara kaaffah meliputi aqidah (Iman) ,
ibadah (Islam/syariat) dan akhlaq (Ihsan/tasawuf)
Laki-laki
itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Islam
adalah kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat,
membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.’ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia
bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian
pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada
hari kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya’. Dia berkata, ‘Kamu
benar’. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau
menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya
Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Pada
hakikatnya kita tidak diperkenankan menyampaikan apa yang kita pahami dengan
akal pikiran sendiri dengan cara membaca dan memahami namun kita sampaikan apa
yang kita dengar dan pahami dari lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung
kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena hanya perkataan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.
Ulama
keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa
menyampaikan “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka
ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau
guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi
kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan
akal pikirannya sendiri), maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku,
tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru
yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah”
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan
akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat
kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari
Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di
dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya
agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat
Ath-Thabarani)
Ibnul
Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad,
maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang
diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam
Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang
yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh
as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan
sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi
juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang
yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia
mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada
kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian,
keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan
pengamalan“
Jadi
indikator sanad ilmu atau sanad guru tidak terputus adalah pemahaman ulama
tersebut tidak menyelisihi pemahaman para ulama yang sholeh terdahulu jalur dia
mengambil ilmu agama. Jika menyelisihi maka sanad guru atau sanad ilmu ulama
tersebut terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri.
Selain
pemahaman yang tidak menyelisihi pemahaman para ulama yang sholeh terdahulu ,
indikator lainnya adalah ulama tersebut harus berakhlak baik karena indikator
seorang ulama tetap berada di atas jalan yang lurus karena dikaruniakan ni’mat
oleh Allah Azza wa Jalla adalah berakhlak baik atau berakhlakul karimah, sholeh,
sholihin atau ulama yang ihsan, ulama yang bermakrifat, ulama yang menyaksikan
Allah dengan hatinya (ain bashiroh). Sungguh, muslim yang telah meraih maqom
disisiNya hanyalah para Nabi (Rasulullah yang utama), para Shiddiqin, para
Syuhada dan muslim yang sholeh. Mereka yang telah dianugerahi ni’mat oleh Allah
Azza wa Jalla dan mereka berada di jalan yang lurus
Firman
Allah ta’ala yang artinya,
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat
kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:6-7 )
“Dan
barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim
yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom disisiNya sehingga menjadi
kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin, muslim yang membenarkan
dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang
bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan
dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Ulama
pada hakikatnya adalah muslim yang mengenal Allah (ma’rifatullah) atau muslim
yang bermakrifat atau muslim yang ihsan (muhsin) Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai
Rasulullah, apakah ihsan itu? Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada
Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.‘ (HR Muslim 11)
Firman
Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Oleh
karenanya ulama-ulama seperti Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab atau Al
Albani adalah termasuk ulama-ulama yang terputus sanad ilmunya
Ibnu
Taimiyyah terputus sanad ilmunya karena beliau memahami agama lebih bersandar
pada muthola'ah, menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahaman Ibnu Taimiyyah menyelisihi
pemahaman Imam Mazhab yang empat sebagaimana dapat diketahui dari tulisan pada
http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf
atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/23/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/
Syeikh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam,
khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau
seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah
at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman
Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab
yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari
dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam
Mujtahid Mutlak)
Muhammad
bin Abdul Wahhab yang memahami agama berlandaskan muthola’ah, menelaah kitabnya
Ibnu Taimiyyah juga dengan sendirinya terputus sanad ilmunya. Terbukti apa yang
dipahami oleh Muhammad bin Abdul Wahhab telah keluar (kharaja) dari apa yang
dipahami oleh kaum muslim pada umumnya sehingga dikatakan pemahamannya termasuk
pemahaman kaum khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij
(bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Ulama
madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn
Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut:
“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa
kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang
keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti
madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin,
sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang
musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para
ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka
dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin,
Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Ulama
madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka
abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala
Tafsir al-Jalalain sebagai berikut: “Ayat ini turun mengenai orang-orang
Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan
oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin
sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di
negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa
mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang
pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin
Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala
Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri
Wahhabi, sebagai berikut: “Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak
Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya
dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan
judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah
menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia
sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh
darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia
tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang
yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena
pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang
menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih
al-Hanabilah, hal. 275).
Begitupula
Al Albani terputus sanad ilmunya dikarenakan beliau mengikuti pemahaman
Muhammad bin Abdul Wahhab, terbukti pemahaman Al Albani menyelisihi pemahaman
Imam Mazhab yang empat contohnya cara sholat Al Albani, bersedekap di atas dada
sedangkan Imam Mazhab yang empat, sebagaimana yang disampaikan dalam kitab
mazhab 4, Al Juzairi menyampaikan,
Imam
Malik ~rahimahullah, “Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam
Hanafi ~rahimahullah, “Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam
Hambali ~rahimahullah, “Meletakkan tangan di bawah pusar“
Imam
Syafi’i ~rahimahullah, “Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam
Nawawi ~rahimahullah berkata : “Meletakkannya di bawah dadanya dan di atas
pusarnya, inilah madzhab kita yang masyhur, dan demikianlah pendapat jumhur (terbanyak)
ulama, dalam pendapat Hanafi dan beberapa imam lainnya adalah menaruh kedua
tangan di bawah pusar, menurut Imam Malik boleh memilih antara menaruh kedua
tangan di bawah dadanya atau melepaskannya kebawah dan ini pendapat Jumhur
dalam mazhabnya dan yang masyhur pada mereka” (Syarh Imam Nawawi ala shahih
Muslim Juz 4 hal 114)
Hal
yang harus kita ingat adalah Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara
sholat Salafush Sholeh yang mengikuti cara sholat Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam.
Bahkan
salah satu ulama keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya tentang
Al Albani pada
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
bahwa beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampaikannya), namun
beliau memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat
Begitupula
ulama-ulama kerajaan dinasti Saudi yang merupakan penggerak pemahaman Wahhabi
yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta`
(Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) terputus sanad ilmunya. Contohnya
pendapat mereka tentang sifat Allah menyelisihi pendapat Imam Baihaqi, Imam
Nawawi, Ibnu Hajar dan juga menyelisihi pendapat Imam Mazhab yang empat. Bahkan
mereka sebaliknya berpendapat bahwa Imam Baihaqi, Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar
telah sesat dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat Allah atau
telah terjatuh/tergelincir pada penakwilan terhadap sifat-sifat Allah
sebagaimana yang dapat diketahui dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/klaim-mereka/
Contoh
ulama yang masih isitiqomah menjaga ketersambungan sanad ilmu dengan
mempertahankan pendapat Imam Mazhab yang empat adalah mufti mesir Profesor
Doktor Ali Jum`ah yang mempertahankan fatwa bahwa Niqab ( Cadar / Purdah)
adalah suatu kebiasaan yang dibolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban
(ditinggalkan berdosa) sebagaimana kesepakatan jumhur ulama bahwa wajah dan
kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan. Hal ini
diuraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Keadaan
pada zaman sekarang ini bahwa para ulama berfatwa tidak lagi memperhatikan
pendapat Imam Mazhab yang empat atau tidak memperhatikan para ulama yang sholeh
terdahulu yang sanad ilmu atau sanad gurunya tersambung kepada Rasulullah, hal
ini telah diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai
salah satu tanda akhir zaman
Telah
menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan
kepadaku Malik dariHisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin
Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari
hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga
bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari
kalangan orang-orang awam, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu,
mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
Keadaan
orang banyak mengikuti mereka yang berfatwa tanpa ilmu. Berfatwa menggunakan
akal pikiran sendiri.
Oleh
karena kita, kaum muslim telah melihat perselisihan karena perbedaan pemahaman
yang disebabkan oleh segelintir orang mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul
Wahhab maupun pemahaman Ibnu Taimiyyah maka kita sebaiknya menelusuri kembali
pemahaman para ulama-ulama yang sholeh sebelum mereka berdua sehingga
tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Kita
harus kembali kepada pemahaman dan pengamalan agama yang haq yang diajarkan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan menelusuri kembali melalui
dua jalur utama yakni
1.
Melalui sanad guru, melalui jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau
bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan
mengikuti ulama yang bermazhab yang tersambung kepada Imam Mazhab yang empat.
Contohnya tersambung kepada sanad gurunya Imam Syafi’i ra
Sanad
guru Imam Syafi’i ra
a.
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
b.
Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
c.
Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
d.
Al-Imam Malik bin Anas ra
e.
Al-Imam Syafi’i Muhammad bin Idris ra
2.
Melalui ahlul bait, melalui jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsilah
keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran
agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Imam
Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam
Ikuti
apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya,
sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya,
sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian
Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan
orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar
Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthorigoh dan orang orang
yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan
orang orang yang setingkat dengannya.
Berhati-hatilah
dengan mereka yang mengaku-aku mencintai dan mengikuti Imam Ahlul Bait namun
kenyataannya mereka hanya mengikuti pemahaman imam-imam kaum mereka semata.
Sejak
abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan
keberanian Imam Mujtahid dari kalangan Ahlul Bait, Imam Ahmad Al Muhajir bin
Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para
pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal
jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i)
dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang
ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam
Mazhab yang empat.
Tidak
sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan
taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah
terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah
diterima oleh seluruh penduduknya.
Di
Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i,
terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang
“ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawatiran sanad serta kemurnian
agama dan aqidahnya.
Dari
Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam
sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan
Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat
syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata ,
tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan.
Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar.
Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang
berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Berhati-hatilah
dalam memilih dan mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama. Apalagi
jika hasil pemahaman (ijtihad) ulama tersebut sering dikritik atau dibantah
oleh banyak ulama lainnya. Jangan menimbulkan penyesalan di akhirat kelak
karena salah mengikuti ulama.
Firman
Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara
mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan
berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke
dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas
diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal
perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan
keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Wassalam.
Penulis
: Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830. FB :
http://www.facebook.com/ZonJonggol
Website :
http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau
https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah :
https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar
Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis Ulang : Muhammad Shulfi bin Abunawar
Al ‘Aydrus, S.Kom.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar