Keutamaan Adzan.
في
فضيلة الأذان
Keutamaan
Adzan.
قال
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ لِلصَّلاَةِ سَبْعَ سِنينَ مُحْتَسِبًا كَتَبَ
اللهُ لَهُ بَرَاءَةً مِنَ النَّارِ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang
siapa yang adzan selama tujuh tahun karena Allah (tanpa minta bayaran), maka
Allah tulis/nyatakan baginya bebas dari neraka”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشَرَةً سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةُ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang
siapa adzan 12 tahun maka wajb baginya surga”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُمَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa
yang adzan lima shalat dengan penuh iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosa
yang sudah terlewat”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: {ثَلاَثَةٌ يَعْصِمُهُمُ اللهُ تَعَالَى مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ الشَّهِيْدُ والمُؤَذِّنُ والْمُتَوَفَّى يَوْم الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ
الْجُمُعَةِ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga
orang yang Allah jaga dari siksa kubur: syahid (mati syahid), mu`adzin (orang
yang suka adzan), dan orang yang wafat pada malam Jum’at atau hari Jum`at”.
وَقَالَ
صلى الله عليه وسلم: {لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ والصَّفِّ
الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا،
وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي التَّهْجِيْرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ
يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتَمَةِ والصُّبْحِ لَاتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا}.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Seandainya manusia tahu apa yang ada dalam seruan (adzan) dan shaf awal
kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya
mereka akan melakukan undian. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam
bersegera , niscaya mereka akan bersegera kepadanya. Seandainya mereka tahu apa
yang ada dalam shalat isya` dan subuh niscaya mereka akan mendatanginya
walaupun dengan merangkak.”
وقال
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَبَّلَ إبْهَامَيْهِ فَوَضَعَ
عَلَى عَيْنَيْهِ وَقالَ مَرْحَبًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالى قُرَةَ أعْيُنِنَا بِكَ
يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَأَنَا شَفِيْعُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقَائِدُهُ إِلَى
الْجنَّةِ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa
mendengar adzan kemudian mencium kedua ibu jarinya, kemudian meletakkan pada
kedua matanya sambil membaca: MARHABAN BIDzIKRILLAHI TA`ALA QURRATA
A`YUNINA BIKA YA RASULULLAAH, maka aku akan memberi syafaat kepadanya di
hari kiamat dan menutunnya ke surga”.
وَقَالَ
صلى الله عليه وسلم: {إِذَا كَانَ وَقْتُ الْأَذَانِ فُتِحَتْ أبْوَابُ السَّمَاءِ
وَاسْتُجِيْبَ الدُّعَاءُ وَإِذَا كَانَ وَقْتُ الْإِقَامَةِ لَمْ تَرُدَّ
دَعْوَتُهُ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Jika
waktu adzan tiba maka pintu-pintu langit dibuka dan do`a dikabulkan. Jika
datang waktu iqamat maka do`anya tidak ditolak.”
وقالَ
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ قَالَ عِنْدَ الْأَذَانِ : مَرْحَبًا بِالْقَائِليْنَ
عَدْلاً، مَرْحَبًا بِالصَّلَوَاتِ وَأَهْلاً، كَتَبَ اللهُ تَعَالَى لَهُ أَلْفَ
حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ دَرَجَةٍ}.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa
mengucapkan ketika adzan: MARHABAN BILQOILIN ‘ADLAN MARHABAN BISh ShOLAWATI WA
AHLAN, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, menghapus seribu
kejelekan dan mengangkat seribu derajat”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ الْأَذَانَ وَلَمْ يَقُلْ مِثْلَ مَا قَالَ
المُؤَذِّنُ فَإِنَّهُ يُمْنَعُ مِنَ السُّجُوْدِ يَوْمَ الْقِيَامةِ إذَا سَجَدَ
المُؤَذِّنُوْنَ}
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa
mendengar adzan kemudian tidak mengucapkan seperti yang dikumandangkan
mu`adzin, maka dia dihalangi bersujud di hari kiamat ketika para muadzin
bersujud”.
وَقَالَ
النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم:{ثَلاَثَةٌ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ
إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَمُؤَذِّنٌ حَافِظٌ وَقَارِئُ الْقُرْآنِ
يَقْرَأُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِائَتَيْ آيةٍ}
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga
orang dalam naungan arsyi (pertolongan Allah) ketika tidak ada naungan kecuali
naungan-NYA: pemimpin yang adil, muadzin yang menjaga, dan pembaca Al Qur`an
yang membaca 200 ayat setiap malamnya”.
(Kitab Lubabul Hadits - Al Imam Al Hafidz Jalaluddin
Abdurrahman bin Abii Bakar As Suyuthi)
Tata
Cara Adzan dan Iqomah.
Secara
bahasa, adzan bermakna i’lam yaitu pengumuman, pemberitahuan atau pemakluman.
Secara istilah adzan adalah merupakan panggilan bagi umat Islam untuk
memberitahu masuknya sholat fardu dengan lafad-lafadz tertentu. Adzan
dikumandangkan oleh seorang muadzin.
Adzan
mulai disyri’atkan pada tahun pertama dari hijrah. Sebagaimana disebutkan dalam
satu hadits Rasulullah Saw,
Dari
Nafi’ bahwa Umar mengatakan sebagai berikut : “Dulu kaum Muslimin berkumpul dan
mengira-ngirakan waktu sholat dan tak ada orang yang menyerukannya. Maka pada
suatu hari mereka bicarakanlah hal itu. Diantaranya ada yang mengetakan ,
“Pergunakanlah lonceng seperti lonceng orang-orang Nasrani! Ada pula yang
menganjurkan : “Lebih baik tanduk seperti serunai orang Yahudi!” maka
berkatalah Umar : “Kenapa tidak disuruh saj seseorang buat menyerukan sholat?”
Maka bersabdalah Rasulullah Saw, “Hai Bilal, Bangkitlah! lalu serukan adzan.”
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Dari
Abdullah bin Zaid bin Abdirabbihi berkata,”Ada seorang yang mengelilingiku
dalam mimpi dan berseru : “Allahu akbar alahu akbar”, dan (beliau) membacakan
adzan dengan empat takbir tanpa tarji’, dan iqamah dengan satu-satu, kecuali
qad qamatishshalah”. Paginya Aku datangi Rasulullah SAW, maka beliau
bersabda,”Itu adalah mimpi yang benar." (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Lafadz
Adzan
اَللهُ
اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ
لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ
مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ
عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ
عَلَ اْلفَلَاةِ
اَللهُ
اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ
اِلَّااللهُ
Allaahu
akbar, Allaahu akbar 2x
Asyhadu
an laa ilaaha illallaah 2x
Asyhadu
anna Muhammadar rasuulullaah 2x
Hayya
'alash-shalaah 2x
Hayya
'alal-falaah 2x
Allaahu
akbar, Allaahu akbar 1x
Laa
ilaaha illallaahu 1x
Keterangan
:
Dalam
adzan shalat subuh, di antara kalimat "Hayya 'alal-falaah" dan
"Allaahu akbar, Allaahu akbar" yakni antara kalimat ke-5 dan ke-6
ditambah kalimat :
اَلصَّلَاةُ
خَيْرُمِنَ النَّوْمِ
Ash-shalaatu
khairum minan-nauum 2x
Artinya
:
"Shalat
itu lebih baik daripada tidur."
Lafazh
Iqamah.
Lafazh
iqamah itu sama dengan adzan, hanya adzan diucapkan masing-masing dua kali,
sedang iqamah cukup diucapkan sekali saja.
Dan
di antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat :
"QAD
QAAMATISH-SHALAAH" 2x
Artinya
:
"Shalat
telah dimulai."
Iqamah
sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan suara agak rendah daripada
adzan.
Lafazh
Iqamah sebagai berikut :
اَللهُ
اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ
لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ
مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ
عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ
عَلَ اْلفَلَاةِ
قَدْقَامَتِ
الصَّلَاةُ
اَللهُ
اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ
اِلَّاالله
Allaahu
akbar, Allaahu akbar 1x
Asyhadu
an laa ilaaha illallaah 1x
Asyhadu
anna Muhammadar rasuulullaah 1x
Hayya
'alash-shalaah 1x
Hayya
'alal-falaah 1x
Qad
qaamatish-shalaah 2x
Allaahu
akbar, Allaahu akbar 1x
Laa
ilaaha illallaahu 1x
Menjawab
Adzan.
Rasulullah
shallahu alaihi wasalam bersabda :
"Apabila
muadzin mengucapkan, ”Allahu Akbar Allahu Akbar,” lalu salah seorang dari
kalian menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar’, kemudian muadzin mengucapkan,
’Asyhadu Anla Ilaha Illallah,’ dia menjawab,’ ’Asyhadu Anla Ilaha Illallah’,
kemudian muadzin mengucapkan, ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah,’ dia
menjawab,’ ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah’, kemudian muadzin mengucapkan,
’Hayya Alash Sholah.’ dia menjawab ’Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah,’
kemudian muadzin mengucapkan,’Hayya Alal Falah,’ dia menjawab, ’Laa Haula Wa
laa Quwwata Illa Billah,’ kemudian muadzin mengucapkan,’Allahu Akbar Allahu
Akbar,’ dia menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar,’ kemudian muadzin
mengucapkan, ’Laa Ilaha Illallah,’ dia menjawab ,’Laa Ilaha Illallah,’ dan semua
itu dari hatinya, niscaya dia masuk surga”. (HR.Muslim)
Nabi
Muhammad bersabda :
إِذَا
سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila
kalian mendengar adzan, maka jawablah dengan seperti apa yang diucapkan
muazzin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian
setelah adzan selesai hendaknya kita membaca doa dibawah ini , sesuai dengan
sabda Rasulullah saw yang berjanji akan memberikan syafaat kepada siapa yang
sesudah adzan membaca doa yang didalamnya mengandung permohonan agar nabi Muhammad
saw ditempatkan di al-Wasilah (derajat yang tertinggi di surga), sabda beliau:
“Apabila
kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian
bersholawatlah kepadaku, karena barang siapa bersholawat kepadaku satu kali
niscaya Allah bersholawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian memohonlah
al-Wasilah (kedudukan tertinggi) kepada Allah untukku, karena itu adalah
kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba dari
hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku adalah hamba tersebut, barang siapa
memohon al-Wasilah untukku niscaya dia (berhak) mendapatkan syafaat.” (HR.
Muslim 2/327)
Doa
sesudah Adzan.
اَللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا
الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
ALLAHUMMA
ROBBA HADzIHID DA'WATIT TAAMMA(TI/H), WASh ShOLAATIL QOO-IMA(TI/H), AATI
SAYYIDINAA MUHAMMADANIL WASIILATA WAL FADhIILA(TA/H), WAB'ATsU MAQOOMAA
MAHMUDANIL LADzI WA'ADTAH(U), INNAKA LAA TUKhLIFUL MII'AAD(A).
Ya
Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang
didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan
selain kepada Nabi saw) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau
sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya
Engkau tidak menyalahi janji.
Syarat
Melaksanakan Adzan.
1.
Telah Masuk Waktu.
Bila
seseorang mengumandangkan adzan sebelum masuk waktu shalat, maka adzannya itu
dilarang hukumnya sebagaimana telah disepakati oleh para ulama. Dan bila nanti
waktu shalat tiba, harus diulang lagi adzannya. Kecuali adzan shubuh yang
memang pernah dilakukan 2 kali di masa Rasulllah SAW. Adzan yang pertama
sebelum masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6 malam yang terakhir. Dan adzan yang
kedua adalah adzan yang menandakan masuknya waktu shubuh, yaitu pada saat fajar
shadiq sudah menjelang.
2.
Berniat adzan.
Hendaknya
seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh
tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.
3.
Harus Berbahasa Arab.
Adzan
yang dikumandangkan dalam bahasa selain arab tidak sah. Sebab adzan adalah
praktek ibadah yang bersifat ritual, bukan semata-mata panggilan atau
menandakan masuknya waktu sholat.
4.
Tidak Bersahutan.
Bila
adzan dilakukan dengan cara sambung menyambung antara satu orang dengan orang
lainnya dengan cara bergantian, hukumnya tidak sah.
Sedangkan
mengumandangkan adzan dengan beberapa suara vokal secara berberengan,
dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan sebagaimana dikatakan Ibnu Abidin.
Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani Umayyah.
5.
Muslim, Laki, Akil Baligh.
Adzan
tidak sah bila dikumandangkan oleh non-muslim, wanita, orang tidak waras atau
anak kecil. Sebab mereka semua bukan orang yang punya beban ibadah.
Bahkan
Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang itu tidak boleh fasik, bila sudah terjadi
maka harus diulangi oleh orang lain yang tidak fasik. Al-Malikiyah mengatakan
bahwa dia harus adil.
6.
Tertib Lafaznya.
Tidak
diperbolehkan untuk terbolak-balik dalam mengumandangkan lafadz adzan.
Urutannya harus benar. Namun para ulama sepakat bahwa untuk mengumandangkan
adzan tidak disyaratkan harus punya wudhu`, menghadap kiblat, atau berdiri.
Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak menjadi syarat sahnya adzan.
Disunnahkan
orang yang mengumandangkan adzan juga orang yang mengumandangkan iqamat. Namun
bukan menjadi keharusan yang mutlak, lantaran di masa Rasululah SAW, Bilal
radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan dan yang mengumandangkan iqamat adalah
Abdullah bin Zaid, shahabat Nabi yang pernah bermimpi tentang adzan. Dan hal
itu dilakukan atas perintah Nabi juga.
Sunnah
Adzan.
1.
Hendaklah muadzin suci dan hadast besar dan kecil (Ada Wudhu)
2.
Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat. Ibnu Mundzir berkata sesuatu yang telah
menjadi ijma’ (kesempatan para ulama) bahwa berdiri ketika adzan termasuk
sunnah Nabi karena suara bisa lebih keras, dan termasuk sunnah juga ketika
adzan menghadap ke arah kiblat, sebab para muadzin Rasullullah mengumandangkan
adzan sambil menghadap kearah kiblat.
3.
Menghadapkan wajah dan lehernya ke sebelah kanan ketika mengucapkan ‘Hayya
‘alalfalah’ dan ke sebelah kiri ketika mengucapkan, ‘Hayya ‘alal falah’,
sebagaimana yang telah dijelaskan sebagai berikut :
Dari
Abu Juhaifah ia pernah melihat Bilal beradzan, ia berkata, “Kemudian saya ikuti
mulutnya ketika ke arah sini dan sini dengan adzan tersebut.” ( Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari II: 114 no: 634, Muslim I : 360 no no: 503, ‘Aunul Ma’bud
II: 219no: 516, Tarmidzi I: 126 no: 197, dan Nasa’I II: 12).
(Adapun
memalingkan dada ke kanan dan ke kiri ketika adzan, maka sama sekali tidak
dijelaskan dalam sunnah Nabi saw. dan tidak pula disebutkan dalam hadits-hadits
yang menerangkan menghadapkan leher ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri.
Selesai. Berasal dari kitab Tamamul Minnah ha.150)
4.Memasukkan
dua jari ke dalam telinganya, karena ada pernyataan Abu Juhaifah:
"Saya
melihat Bilal adzan dan berputar serta mengarahkan mulut ke sini dan ke sini,
sedangkan dua jarinya berada ditelinganya.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 164
dan Sunan Tirmidzi I: 126 no: 197).
5.
Mengeraskan suaranya ketika adzan, sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi
saw.,
“Karena
sesungguhnya tidaklah akan mendengar sejauh suara muadzin, baik jin, manusia,
adapun sesuatu yang lain, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya pada hari
kiamat.” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 625, Fathul Bari H: 87: 609 dan Nasa’i II:
12).
Imam
Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan Shahih dan sudah diamalkan oleh para ulama’
mereka menganjurkan muadzin memasukkan dua jari ke dalam dua telinganya ketika
adzan.”
Tanya
Jawab.
Apakah perempuan
boleh mengumandangkan azan ketika akan melaksanakan shalat? Sebagaimana azan
yang dikumandangkan oleh para laki-laki?
Imam As-Syafii dalam Kitab Al-Umm menjelaskan bahwa perempuan tidak perlu mengumandangkan azan, walaupun mereka melakukan jamaah hanya bersama perempuan.
Imam As-Syafii dalam Kitab Al-Umm menjelaskan bahwa perempuan tidak perlu mengumandangkan azan, walaupun mereka melakukan jamaah hanya bersama perempuan.
وليس على النساء أذان وإن جمعن الصلاة
وإن أذن فأقمن فلا بأس ولا تجهر المرأة بصوتها تؤذن في نفسها وتسمع صواحباتها إذا
أذنت وكذلك تقيم إذا أقامت
Artinya, “Para perempuan tidak perlu azan walaupun mereka berjamaah bersama (perempuan yang lain). Namun jika ada yang mengazani dan mereka hanya melakukan iqamah, maka hal itu diperbolehkan. Dan juga tidak boleh mengeraskan suara mereka saat azan. Sekiranya azan tersebut cukup didengar olehnya sendiri dan teman-teman perempuannya, begitu juga saat iqamah.” (Lihat Muhammad bin Idris As-Syafii, Al-Umm, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1393 H], halaman 84).
Dari penjelasan Imam As-Syafii tersebut dapat disimpulkan bahwa memang tidak perlu azan, namun jika ada yang azan dan iqamah maka diperbolehkan dengan syarat tidak dilakukan dengan mengeraskan suaranya. Apalagi sampai seperti azan laki-laki, khususnya seperti azan laki-laki yang menggunakan pengeras suara, hingga tidak hanya sahabat perempuan saja yang mendengar, bahkan laki-laki pun bisa mendengarkan.
An-Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menjelaskan secara rinci kaitan ketidakbolehan perempuan azan dengan sangat keras. Bahkan ia juga membagi hukum azan bagi perempuan menjadi tiga:
وأما إذا أراد جماعة النسوة صلاة
ففيها ثلاثة أقوال المشهور المنصوص في الجديد والقديم وبه قطع الجمهور يستحب لهن
الاقامة دون الاذان لما ذكره المصنف والثاني لا يستحبان نص عليه في البويطي
والثالث يستحبان حكاهما الخراسانيون
Artinya, “Adapun jika jamaah perempuan ingin mendirikan shalat, maka terdapat tiga pendapat yang terkenal dan tertulis, baik dalam qaul jadid maupun qaul qadim dan jadid juga jumhur. Pertama, disunahkan bagi mereka iqamah saja, tanpa melakukan azan sebagaimana pendapat mushannif (pengarang Muhadzdzab). Kedua, tidak disunahkan azan dan iqamah sebagaimana tertulis dalam pendapat Al-Buwaithi. Ketiga, disunahkan keduanya sebagaimana pendapat ulama’ Khurasan,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, tanpa keterangan tahun], juz III, halaman 100).
Adapun pendapat Imam Syafii yang telah kami sebutkan di atas, termasuk kategori pendapat pertama yang hanya menyunahkan iqamah. Dan diperbolehkan azan asal tidak dengan suara yang keras sebagaimana telah disebutkan di atas.
Pendapat Imam As-Syafii ini juga didukung oleh beberapa ulama yang lain, yaitu Al-Buwaithi, Abu Hamid, Qadhi Abu Thayyib, Al-Mahamily dalam dua kitabnya. Tetapi pendapat ini ditolak oleh Abu Ishaq Ibrahim As-Syiraziy yang merupakan pengarang Kitab Muhadzdzab dan Imam Al-Jurjani dalam Kitab At-Tahrir yang berpendapat bahwa tetap dimakruhkan azan.
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat Imam As-Syafii dan jumhur di atas, disunahkan bagi perempuan cukup melakukan iqamah saat akan berjamaah bersama perempuan. Diperbolehkan azan asalkan azan tersebut tidak keras dan cukup didengar oleh jamaah perempuan saja. Wallahu a’lam.
(Referensi
dari berbagai sumber)
Website
: http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau
https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram
: @shulfialaydrus
Instagram
Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter
: @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram
: @habibshulfialaydrus
Telegram
Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook
: https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group
Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi
atau infak atau sedekah.
Bank
BRI Cab. JKT Joglo.
Atas
Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek
: 0396-01-011361-50-5.
Penulis
: Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.
محمد
سلفى بن أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar