Keutamaan Adzan.


في فضيلة الأذان

Keutamaan Adzan.

قال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ لِلصَّلاَةِ سَبْعَ سِنينَ مُحْتَسِبًا كَتَبَ اللهُ لَهُ بَرَاءَةً مِنَ النَّارِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa yang adzan selama tujuh tahun karena Allah (tanpa minta bayaran), maka Allah tulis/nyatakan baginya bebas dari neraka”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشَرَةً سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa adzan 12 tahun maka wajb baginya surga”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُمَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa yang adzan lima shalat dengan penuh iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosa yang sudah terlewat”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {ثَلاَثَةٌ يَعْصِمُهُمُ اللهُ تَعَالَى مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الشَّهِيْدُ والمُؤَذِّنُ والْمُتَوَفَّى يَوْم الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga orang yang Allah jaga dari siksa kubur: syahid (mati syahid), mu`adzin (orang yang suka adzan), dan orang yang wafat pada malam Jum’at atau hari Jum`at”.

وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: {لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ والصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا، وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي التَّهْجِيْرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتَمَةِ والصُّبْحِ لَاتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seandainya manusia tahu apa yang ada dalam seruan (adzan) dan shaf awal kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukan undian. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam bersegera , niscaya mereka akan bersegera kepadanya. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam shalat isya` dan subuh niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.”

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَبَّلَ إبْهَامَيْهِ فَوَضَعَ عَلَى عَيْنَيْهِ وَقالَ مَرْحَبًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالى قُرَةَ أعْيُنِنَا بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَأَنَا شَفِيْعُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقَائِدُهُ إِلَى الْجنَّةِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mendengar adzan kemudian mencium kedua ibu jarinya, kemudian meletakkan pada kedua matanya sambil membaca: MARHABAN BIDzIKRILLAHI TA`ALA QURRATA A`YUNINA BIKA YA RASULULLAAH, maka aku akan memberi syafaat kepadanya di hari kiamat dan menutunnya ke surga”.

وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: {إِذَا كَانَ وَقْتُ الْأَذَانِ فُتِحَتْ أبْوَابُ السَّمَاءِ وَاسْتُجِيْبَ الدُّعَاءُ وَإِذَا كَانَ وَقْتُ الْإِقَامَةِ لَمْ تَرُدَّ دَعْوَتُهُ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Jika waktu adzan tiba maka pintu-pintu langit dibuka dan do`a dikabulkan. Jika datang waktu iqamat maka do`anya tidak ditolak.”

وقالَ صلى الله عليه وسلم: {مَنْ قَالَ عِنْدَ الْأَذَانِ : مَرْحَبًا بِالْقَائِليْنَ عَدْلاً، مَرْحَبًا بِالصَّلَوَاتِ وَأَهْلاً، كَتَبَ اللهُ تَعَالَى لَهُ أَلْفَ حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ دَرَجَةٍ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mengucapkan ketika adzan: MARHABAN BILQOILIN ‘ADLAN MARHABAN BISh ShOLAWATI WA AHLAN, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, menghapus seribu kejelekan dan mengangkat seribu derajat”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ الْأَذَانَ وَلَمْ يَقُلْ مِثْلَ مَا قَالَ المُؤَذِّنُ فَإِنَّهُ يُمْنَعُ مِنَ السُّجُوْدِ يَوْمَ الْقِيَامةِ إذَا سَجَدَ المُؤَذِّنُوْنَ}

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mendengar adzan kemudian tidak mengucapkan seperti yang dikumandangkan mu`adzin, maka dia dihalangi bersujud di hari kiamat ketika para muadzin bersujud”.

وَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم:{ثَلاَثَةٌ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَمُؤَذِّنٌ حَافِظٌ وَقَارِئُ الْقُرْآنِ يَقْرَأُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِائَتَيْ آيةٍ}

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga orang dalam naungan arsyi (pertolongan Allah) ketika tidak ada naungan kecuali naungan-NYA: pemimpin yang adil, muadzin yang menjaga, dan pembaca Al Qur`an yang membaca 200 ayat setiap malamnya”.

(Kitab Lubabul Hadits - Al Imam Al Hafidz Jalaluddin Abdurrahman bin Abii Bakar As Suyuthi)

Tata Cara Adzan dan Iqomah.

Secara bahasa, adzan bermakna i’lam yaitu pengumuman, pemberitahuan atau pemakluman. Secara istilah adzan adalah merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya sholat fardu dengan lafad-lafadz tertentu. Adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin.

Adzan mulai disyri’atkan pada tahun pertama dari hijrah. Sebagaimana disebutkan dalam satu hadits Rasulullah Saw,

Dari Nafi’ bahwa Umar mengatakan sebagai berikut : “Dulu kaum Muslimin berkumpul dan mengira-ngirakan waktu sholat dan tak ada orang yang menyerukannya. Maka pada suatu hari mereka bicarakanlah hal itu. Diantaranya ada yang mengetakan , “Pergunakanlah lonceng seperti lonceng orang-orang Nasrani! Ada pula yang menganjurkan : “Lebih baik tanduk seperti serunai orang Yahudi!” maka berkatalah Umar : “Kenapa tidak disuruh saj seseorang buat menyerukan sholat?” Maka bersabdalah Rasulullah Saw, “Hai Bilal, Bangkitlah! lalu serukan adzan.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Dari Abdullah bin Zaid bin Abdirabbihi berkata,”Ada seorang yang mengelilingiku dalam mimpi dan berseru : “Allahu akbar alahu akbar”, dan (beliau) membacakan adzan dengan empat takbir tanpa tarji’, dan iqamah dengan satu-satu, kecuali qad qamatishshalah”. Paginya Aku datangi Rasulullah SAW, maka beliau bersabda,”Itu adalah mimpi yang benar." (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Lafadz Adzan

اَللهُ اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَ اْلفَلَاةِ
اَللهُ اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ اِلَّااللهُ

Allaahu akbar, Allaahu akbar 2x
Asyhadu an laa ilaaha illallaah 2x
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah 2x
Hayya 'alash-shalaah 2x
Hayya 'alal-falaah 2x
Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Laa ilaaha illallaahu 1x

Keterangan :
Dalam adzan shalat subuh, di antara kalimat "Hayya 'alal-falaah" dan "Allaahu akbar, Allaahu akbar" yakni antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat :

اَلصَّلَاةُ خَيْرُمِنَ النَّوْمِ

Ash-shalaatu khairum minan-nauum 2x

Artinya :
"Shalat itu lebih baik daripada tidur."

Lafazh Iqamah.
Lafazh iqamah itu sama dengan adzan, hanya adzan diucapkan masing-masing dua kali, sedang iqamah cukup diucapkan sekali saja.

Dan di antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat :

"QAD QAAMATISH-SHALAAH" 2x

Artinya :
"Shalat telah dimulai."

Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan suara agak rendah daripada adzan.
Lafazh Iqamah sebagai berikut :

اَللهُ اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَ اْلفَلَاةِ
قَدْقَامَتِ الصَّلَاةُ
اَللهُ اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ اِلَّاالله

Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Asyhadu an laa ilaaha illallaah 1x
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah 1x
Hayya 'alash-shalaah 1x
Hayya 'alal-falaah 1x
Qad qaamatish-shalaah 2x
Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Laa ilaaha illallaahu 1x

Menjawab Adzan.

Rasulullah shallahu alaihi wasalam bersabda :

"Apabila muadzin mengucapkan, ”Allahu Akbar Allahu Akbar,” lalu salah seorang dari kalian menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Asyhadu Anla Ilaha Illallah,’ dia menjawab,’ ’Asyhadu Anla Ilaha Illallah’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah,’ dia menjawab,’ ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Hayya Alash Sholah.’ dia menjawab ’Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah,’ kemudian muadzin mengucapkan,’Hayya Alal Falah,’ dia menjawab, ’Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah,’ kemudian muadzin mengucapkan,’Allahu Akbar Allahu Akbar,’ dia menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar,’ kemudian muadzin mengucapkan, ’Laa Ilaha Illallah,’ dia menjawab ,’Laa Ilaha Illallah,’ dan semua itu dari hatinya, niscaya dia masuk surga”. (HR.Muslim)

Nabi Muhammad bersabda :

إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

“Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah dengan seperti apa yang diucapkan muazzin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian setelah adzan selesai hendaknya kita membaca doa dibawah ini , sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang berjanji akan memberikan syafaat kepada siapa yang sesudah adzan membaca doa yang didalamnya mengandung permohonan agar nabi Muhammad saw ditempatkan di al-Wasilah (derajat yang tertinggi di surga), sabda beliau:

“Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bersholawatlah kepadaku, karena barang siapa bersholawat kepadaku satu kali niscaya Allah bersholawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian memohonlah al-Wasilah (kedudukan tertinggi) kepada Allah untukku, karena itu adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku adalah hamba tersebut, barang siapa memohon al-Wasilah untukku niscaya dia (berhak) mendapatkan syafaat.” (HR. Muslim 2/327)

Doa sesudah Adzan.

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

ALLAHUMMA ROBBA HADzIHID DA'WATIT TAAMMA(TI/H), WASh ShOLAATIL QOO-IMA(TI/H), AATI SAYYIDINAA MUHAMMADANIL WASIILATA WAL FADhIILA(TA/H), WAB'ATsU MAQOOMAA MAHMUDANIL LADzI WA'ADTAH(U), INNAKA LAA TUKhLIFUL MII'AAD(A).

Ya Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi saw) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.

Syarat Melaksanakan Adzan.

1. Telah Masuk Waktu.
Bila seseorang mengumandangkan adzan sebelum masuk waktu shalat, maka adzannya itu dilarang hukumnya sebagaimana telah disepakati oleh para ulama. Dan bila nanti waktu shalat tiba, harus diulang lagi adzannya. Kecuali adzan shubuh yang memang pernah dilakukan 2 kali di masa Rasulllah SAW. Adzan yang pertama sebelum masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6 malam yang terakhir. Dan adzan yang kedua adalah adzan yang menandakan masuknya waktu shubuh, yaitu pada saat fajar shadiq sudah menjelang.

2. Berniat adzan.
Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.

3. Harus Berbahasa Arab.
Adzan yang dikumandangkan dalam bahasa selain arab tidak sah. Sebab adzan adalah praktek ibadah yang bersifat ritual, bukan semata-mata panggilan atau menandakan masuknya waktu sholat.

4. Tidak Bersahutan.
Bila adzan dilakukan dengan cara sambung menyambung antara satu orang dengan orang lainnya dengan cara bergantian, hukumnya tidak sah.

Sedangkan mengumandangkan adzan dengan beberapa suara vokal secara berberengan, dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan sebagaimana dikatakan Ibnu Abidin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani Umayyah.

5. Muslim, Laki, Akil Baligh.
Adzan tidak sah bila dikumandangkan oleh non-muslim, wanita, orang tidak waras atau anak kecil. Sebab mereka semua bukan orang yang punya beban ibadah.

Bahkan Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang itu tidak boleh fasik, bila sudah terjadi maka harus diulangi oleh orang lain yang tidak fasik. Al-Malikiyah mengatakan bahwa dia harus adil.

6. Tertib Lafaznya.
Tidak diperbolehkan untuk terbolak-balik dalam mengumandangkan lafadz adzan. Urutannya harus benar. Namun para ulama sepakat bahwa untuk mengumandangkan adzan tidak disyaratkan harus punya wudhu`, menghadap kiblat, atau berdiri. Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak menjadi syarat sahnya adzan.

Disunnahkan orang yang mengumandangkan adzan juga orang yang mengumandangkan iqamat. Namun bukan menjadi keharusan yang mutlak, lantaran di masa Rasululah SAW, Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan dan yang mengumandangkan iqamat adalah Abdullah bin Zaid, shahabat Nabi yang pernah bermimpi tentang adzan. Dan hal itu dilakukan atas perintah Nabi juga.

Sunnah Adzan.

1. Hendaklah muadzin suci dan hadast besar dan kecil (Ada Wudhu)

2. Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat. Ibnu Mundzir berkata sesuatu yang telah menjadi ijma’ (kesempatan para ulama) bahwa berdiri ketika adzan termasuk sunnah Nabi karena suara bisa lebih keras, dan termasuk sunnah juga ketika adzan menghadap ke arah kiblat, sebab para muadzin Rasullullah mengumandangkan adzan sambil menghadap kearah kiblat.

3. Menghadapkan wajah dan lehernya ke sebelah kanan ketika mengucapkan ‘Hayya ‘alalfalah’ dan ke sebelah kiri ketika mengucapkan, ‘Hayya ‘alal falah’, sebagaimana yang telah dijelaskan sebagai berikut :

Dari Abu Juhaifah ia pernah melihat Bilal beradzan, ia berkata, “Kemudian saya ikuti mulutnya ketika ke arah sini dan sini dengan adzan tersebut.” ( Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 114 no: 634, Muslim I : 360 no no: 503, ‘Aunul Ma’bud II: 219no: 516, Tarmidzi I: 126 no: 197, dan Nasa’I II: 12).

(Adapun memalingkan dada ke kanan dan ke kiri ketika adzan, maka sama sekali tidak dijelaskan dalam sunnah Nabi saw. dan tidak pula disebutkan dalam hadits-hadits yang menerangkan menghadapkan leher ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri. Selesai. Berasal dari kitab Tamamul Minnah ha.150)

4.Memasukkan dua jari ke dalam telinganya, karena ada pernyataan Abu Juhaifah:

"Saya melihat Bilal adzan dan berputar serta mengarahkan mulut ke sini dan ke sini, sedangkan dua jarinya berada ditelinganya.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 164 dan Sunan Tirmidzi I: 126 no: 197).

5. Mengeraskan suaranya ketika adzan, sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw.,

“Karena sesungguhnya tidaklah akan mendengar sejauh suara muadzin, baik jin, manusia, adapun sesuatu yang lain, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 625, Fathul Bari H: 87: 609 dan Nasa’i II: 12).

Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan Shahih dan sudah diamalkan oleh para ulama’ mereka menganjurkan muadzin memasukkan dua jari ke dalam dua telinganya ketika adzan.”

Tanya Jawab.

Apakah perempuan boleh mengumandangkan azan ketika akan melaksanakan shalat? Sebagaimana azan yang dikumandangkan oleh para laki-laki?

Imam As-Syafii dalam Kitab Al-Umm menjelaskan bahwa perempuan tidak perlu mengumandangkan azan, walaupun mereka melakukan jamaah hanya bersama perempuan.

وليس على النساء أذان وإن جمعن الصلاة وإن أذن فأقمن فلا بأس ولا تجهر المرأة بصوتها تؤذن في نفسها وتسمع صواحباتها إذا أذنت وكذلك تقيم إذا أقامت

Artinya, “Para perempuan tidak perlu azan walaupun mereka berjamaah bersama (perempuan yang lain). Namun jika ada yang mengazani dan mereka hanya melakukan iqamah, maka hal itu diperbolehkan. Dan juga tidak boleh mengeraskan suara mereka saat azan. Sekiranya azan tersebut cukup didengar olehnya sendiri dan teman-teman perempuannya, begitu juga saat iqamah.” (Lihat Muhammad bin Idris As-Syafii, Al-Umm, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1393 H], halaman 84).

Dari penjelasan Imam As-Syafii tersebut dapat disimpulkan bahwa memang tidak perlu azan, namun jika ada yang azan dan iqamah maka diperbolehkan dengan syarat tidak dilakukan dengan mengeraskan suaranya. Apalagi sampai seperti azan laki-laki, khususnya seperti azan laki-laki yang menggunakan pengeras suara, hingga tidak hanya sahabat perempuan saja yang mendengar, bahkan laki-laki pun bisa mendengarkan.

An-Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menjelaskan secara rinci kaitan ketidakbolehan perempuan azan dengan sangat keras. Bahkan ia juga membagi hukum azan bagi perempuan menjadi tiga:

وأما إذا أراد جماعة النسوة صلاة ففيها ثلاثة أقوال المشهور المنصوص في الجديد والقديم وبه قطع الجمهور يستحب لهن الاقامة دون الاذان لما ذكره المصنف والثاني لا يستحبان نص عليه في البويطي والثالث يستحبان حكاهما الخراسانيون

Artinya, “Adapun jika jamaah perempuan ingin mendirikan shalat, maka terdapat tiga pendapat yang terkenal dan tertulis, baik dalam qaul jadid maupun qaul qadim dan jadid juga jumhur. Pertama, disunahkan bagi mereka iqamah saja, tanpa melakukan azan sebagaimana pendapat mushannif (pengarang Muhadzdzab). Kedua, tidak disunahkan azan dan iqamah sebagaimana tertulis dalam pendapat Al-Buwaithi. Ketiga, disunahkan keduanya sebagaimana pendapat ulama’ Khurasan,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, tanpa keterangan tahun], juz III, halaman 100).

Adapun pendapat Imam Syafii yang telah kami sebutkan di atas, termasuk kategori pendapat pertama yang hanya menyunahkan iqamah. Dan diperbolehkan azan asal tidak dengan suara yang keras sebagaimana telah disebutkan di atas.

Pendapat Imam As-Syafii ini juga didukung oleh beberapa ulama yang lain, yaitu Al-Buwaithi, Abu Hamid, Qadhi Abu Thayyib, Al-Mahamily dalam dua kitabnya. Tetapi pendapat ini ditolak oleh Abu Ishaq Ibrahim As-Syiraziy yang merupakan pengarang Kitab Muhadzdzab dan Imam Al-Jurjani dalam Kitab At-Tahrir yang berpendapat bahwa tetap dimakruhkan azan.

Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat Imam As-Syafii dan jumhur di atas, disunahkan bagi perempuan cukup melakukan iqamah saat akan berjamaah bersama perempuan. Diperbolehkan azan asalkan azan tersebut tidak keras dan cukup didengar oleh jamaah perempuan saja. Wallahu a’lam. 

(Referensi dari berbagai sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shalawat ‘Azhimiyyah (As Sayyid Ahmad bin Idris (Tarekat Idrisiyyah)).

Ratib Al Akbar.

Perbendaharaan Langit dan Bumi