Nasehat Lukmanul Hakim kepada anaknya.


Nasehat Lukmanul Hakim kepada anaknya.

1. Wahai anak kesayanganku, Allah SWT memperhatikan dirimu dalam kepekatan malam, saat engkau shalat atau tidur di belakang tabir di dalam istana. Dirikan shalat dan jangan engkau merasa ragu, melakukan perkara makruh dan melempar jauh segala kejahatan dan kekejian.

2. Wahai anakku, selalulah berharap kepada Allah SWT tentang sesuatu yang  tidak mendurhakai Allah SWT. Takutlah kepada  Allah SWT dengan sebenar-benar takut (takwa), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat Allah SWT.

3. Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah SWT (dengan sesuatu yang lain), sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kezaliman yang besar.

4. Wahai anakku, bersyukurlah kepada Tuhanmu karena karuniaNya. Orang yang mulia tidak mengingkari Penciptanya kecuali orang yang kufur.

5. Wahai anakku, bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah seperti orang yang mencari kayu api, setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mau menambahkan.

6. Wahai anakku, ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Jika engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama takwa, isinya ialah iman dan layarnya adalah tawakal kepada Allah SWT.

7. Wahai anakku, orang-orang yang sentiasa mau menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari Allah SWT. Orang yang insaf dan sadar setelah menerima nasihat orang lain, maka dia akan sentiasa menerima kemulian dari Allah SWT juga.

8. Wahai anakku, jadikanlah dirimu dalam segala tingkah laku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain karena itu adalah sifat riya’ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.

9. Wahai anakku, janganlah engkau berjalan dengan sombong serta takabur, Allah SWT tidak menyukai orang yang sombong dan takabur.

10. Wahai anakku, selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.

11. Wahai anakku, bilamana engkau mau mencari kawan sejati, maka ujilah dia terlebih dahulu dengan berpura-pura membuatnya marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu, maka bolehlah engkau mengambilnya sebagai kawan. Bila tidak, maka berhati-hatilah.

12. Wahai anakku, apabila engkau berteman, tempatkanlah dirimu sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu darinya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.

13. Wahai anakku, siapa yang penyayang tentu akan disayangi, siapa yang pendiam akan selamat dari berkata yang mengandung racun dan siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.

14. Wahai anakku, bergaullah dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah nasihatnya, karena sesungguhnya, menyejukkan hati mendengarkannya, hidupkanlah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya, bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.

15. Wahai anakku, janganlah engkau mudah tertawa kalau bukan karena sesuatu yang menggelikan hati, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, dan janganlah menyia-nyiakan hartamu.

16. Wahai anakku, saat kamu shalat, jagalah hatimu, saat kamu makan, jagalah kerongkongmu, saat kamu berada di rumah orang lain, jagalah kedua matamu dan saat kamu berada di kalangan manusia, jagalah lidahmu.

17. Wahai anakku, usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata-kata yang busuk, kotor serta kasar, karena engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, berusahalah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.

18. Wahai anakku, berdiam diri itu adalah hikmah (perbuatan yang bijak) sedangkan amat sedikit orang yang melakukannya.

19. Wahai anakku, janganlah engkau mengantarkan orang yang tidak cerdik sebagai utusan. Bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimu saja yang menjadi utusan.

20. Wahai anakku, janganlah engkau berteman dengan orang yang bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.

21. Wahai anakku, sesungguhnya orang bertalam dua muka bukan seorang yang jujur di sisi Allah SWT.

22. Wahai anakku, jauhilah bersifat dusta, sebab berbohong itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit saja berdusta, telah memberikan akibat yang berbahaya.

23. Wahai anakku, siapa yang berbohong, hilanglah air mukanya dan siapa yang buruk akhlaknya, banyaklah duka citanya.

24. Wahai anakku, bersabarlah atas apa yang menimpa dirimu karena yang demikian itu menuntut kepastian kukuh darimu dalam setiap kejadian dan urusan.

25. Wahai anakku, apabila engkau mempunyai dua pilihan, di antara takziah orang meninggal atau hadiri pernikahan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab itu akan mengingatkanmu kepada akhirat sedangkan menghadiri pesta pernikahan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi saja.

26. Wahai anakku, janganlah engkau makan sampai kenyang, karena sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baik bila diberikan kepada  anjing saja.

27. Wahai anakku, janganlah engkau langsung menelan saja karena manisnya barang dan janganlah engkau langsung memuntahkan karena pahitnya barang itu, karena manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.

28. Wahai anakku, aku pernah makan makanan yang baik dan memeluk yang terbaik tetapi aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih lezat dari kesehatan.

29. Wahai anakku, seandainya perut dipenuhi makanan, akan tidurlah akal fikiran, terkendala segala hikmah dan lumpuhlah anggota badan untuk beribadah.

30. Wahai anakku, apabila perutmu telah penuh sesak dengan makanan, maka akan tidurlah fikiranmu, lemah hikmahmu, malas anggota tubuhmu beribadah kepada Allah SWT, hilanglah kebersihan jiwa dan kehalusan pengertian, yang karena keduanyalah dapat memperoleh lezatnya munajat dan berkesannya zikir pada jiwa.

31. Wahai anakku, makanlah bersama dengan orang-orang yang takwa dan musyawarahkanlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara meminta nasehat dari mereka.

32. Wahai anakku, jangan engkau durhaka terhadap ayah bundamu dengan apa pun juga, kecuali bila mereka menyuruhmu durhaka kepada Allah.

33. Wahai anakku, Allah mewasiatkan kamu; berbuat baiklah kepada ayah bundamu. Jangan engkau menghardik mereka dengan perkataan maupun perbuatan yang dibenci.

34. Wahai anakku, seandainya ayah bundamu marah karena kekhilafan yang kamu lakukan, maka marahnya ayah bundamu adalah seperti baja bagi tanaman.

35. Wahai anakku, orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadah dan taat kepada Allah SWT, lalu dia tawadduk kepada Allah SWT, dia akan lebih dekat kepada Allah SWT dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada Allah SWT.

36. Wahai anakku, seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rusak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal-hal yang tidak benar.

37. Wahai anakku, sendainya ada sebutir biji sawi terpendam di dalam batu, pasti diketahui  oleh Tuhanmu Yang Maha Melihat, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, lahir maupun bathin atau apa yang engkau sembunyikan di dalam dadamu.

38. Wahai anakku, ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mau mengerti.

39. Wahai anakku, engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih berat lagi bila engkau mempunyai jiran yang jahat.

40. Wahai anakku, aku pernah memindahkan batu-bata dan memikul besi, tetapi tidak pernah melihat sesuatu yang lebih berat daripada hutang.

41. Wahai anakku, jauhkanlah dirimu dari berhutang, karena sesungguhnya berhutang itu menjadikanmu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.

42. Wahai anakku, apakah tidak engkau perhatikan, apa yang Allah bentangkan bagimu apa-apa yang ada di langit dan di bumi kebaikan yang amat banyak?.

43. Wahai anakku, apa yang engkau nikmati di kehidupan ini karena karuniaNya yang penuh keamanan, keimanan dan kebaikan yang melimpah ruah, di taman dunia yang subur mekar dengan bunga-bunga serta tumbuhan yang berseri-seri.

44. Wahai anakku, ambillah harta dunia sekedar keperluanmu saja dan nafkahkanlah selebihnya untuk bekal akhiratmu.

45. Wahai anakku, janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan oleh dunia saja kerana engkau diciptakan Allah SWT bukanlah untuk dunia saja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terperdaya dengan dunianya.

46. Wahai anakku, jangan engkau buang dunia ini ke tempat sampah karena nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya, janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya karena sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka.

47. Wahai anakku, tidak ada kebaikan bagimu untuk mempelajari apa yang belum kamu tahu sedangkan kamu belum beramal dengan apa yang kamu tahu.

48. Wahai anakku, ingatlah dua perkara yaitu Allah SWT dan mati, lupakan dua perkara lain yaitu kebaikanmu terhadap hakmu dan kebaikanmu terhadap orang lain.

49. Wahai anakku, kehinaan dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWT lebih mendekatkan diri daripada mulia dengan maksiat kepadaNya. Janganlah engkau tunda untuk bertaubat, sebab kematian datangnya tiba-tiba, sedang malaikat maut tidak memberitahukannya terlebih dulu.

50. Wahai anakku, sesungguhnya lama menyepi itu dapat memahami fikiran dan lama berfikir itu adalah petunjuk jalan ke syurga.

Nama Luqman Al-Hakim dalam Alquran disebut sebanyak dua kali. Keduanya terdapat dalam surah Luqman [31] ayat 12-13. Sesungguhnya Kami telah berikan hikmah kepada Luqman, yaitu ‘Bersyukurlah kepada Allah. Barang siapa bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Barang siapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS Luqman [31]: 12).

Siapakah sesungguhnya Luqman Al-Hakim itu? Apakah dia seorang nabi atau bukan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Menurut pendapat mayoritas ulama, Luqman hanyalah seorang ahli hikmah karena dalam Alquran disebutkan bahwa Allah memberikan hikmah kepadanya. Selain itu, ia terkenal dengan nasihat kepada anaknya untuk berbakti kepada kedua orang dan tidak menyekutukan Allah.

Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wa an-Nihayah dan Tafsir Ibnu Katsir berpendapat, nama panjangnya ialah Luqman bin ‘Anqa' bin Sadun, sedangkan anaknya bernama Taran, demikian pula menurut As-Suhaili.

Sementara itu, Syauqi Abu Khalil dalam kitabnya Athlas Al-Qur’an menyebutkan, Luqman adalah putra saudara perempuan Ayyub atau putra bibinya. Namun, ada juga yang berpendapat Luqman hidup hingga Nabi Daud AS diutus menjadi seorang rasul.

Ibnu Katsir menjelaskan, mayoritas ulama berpendapat Luqman adalah seorang hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian. Sementara itu, Jabir bin Abdullah mengidentifikasi, Luqman memiliki tubuh yang sangat pendek dan hidungnya tidak mancung. Sedangkan, Ibnu Jarir berpendapat Luqman seorang hamba sahaya yang berprofesi sebagai tukang kayu dan berasal dari Habsyi.

Menurut Syauqi, ketika Daud diutus oleh Allah menjadi nabi dan rasul, Luqman tidak lagi memberikan fatwa. Ketika hal itu ditanyakan kepadanya, Luqman menjawab bahwa ia sudah cukup memberikan fatwa, Tidakkah aku merasa cukup, bila aku sudah diberi kecukupan?” 
Sementara itu, menurut Fariadi dan Ruslan dalam artikelnya yang bertajuk Menyelami Nasihat Lukman Al-Hakim di sebuah majalah menyebutkan, para ulama berbeda pendapat mengenai asal usulnya. Ibnu Abbas RA menyebutkan, Luqman adalah seorang tukang kayu yang berasal dari Habsyi.

Said bin Musayyab mengatakan, bahwa Luqman berasal dari kota Sudan dan memiliki kekuatan dan mendapatkan hikmah dari Allah, namun dia tidak menerima kenabian.

Ibnu Abbas dalam Mausu’ah al-Qarn al’Isyrin VIII/370 meriwayatkan, Luqman Al-Hakim bukanlah seorang nabi maupun raja. Ia hanya seorang penggembala yang dimerdekakan oleh majikannya.

Pada suatu hari majikannya pernah menyuruhnya untuk menyembelih seekor kambing dan memintanya untuk mengeluarkan salah satu gumpalan daging yang paling baik dari kambing tersebut. Luqman pun mengeluarkan lidah dan hati dari tubuh kambing tersebut.

Kemudian, selang beberapa hari, sang majikan menyuruhnya kembali untuk melakukan hal yang sama dan memintanya untuk mengeluarkan gumpalan daging yang paling buruk dari kambing tersebut. Luqman kemudian memberikan lidah dan hati.

Dengan penuh keheranan, sang majikan menanyakan alasan Luqman melakukan hal itu. Luqman menjawab, Kedua bagian itu adalah yang paling enak jika ia benar-benar baik. Ia menjadi paling tidak enak atau buruk, jika keduanya itu buruk.”

Siapa pun yang menyebutkan Luqman seorang ahli hikmah, itu karena diantara kata-kata bijak yang disampaikan Luqman adalah Diam itu hikmah, tapi hanya sedikit sekali pelakunya.”

Riwayat lain menyebutkan, Luqman bertubuh pendek dan berhidung mancung. Ia berasal dari Nuba dan ada yang berpendapat di berasal dari Sudan. Ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud.

Wallahu a’lam bishowab.

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shalawat ‘Azhimiyyah (As Sayyid Ahmad bin Idris (Tarekat Idrisiyyah)).

Ratib Al Akbar.

Perbendaharaan Langit dan Bumi