Hukum Membunuh Dan Memakan Semut.


Hukum Membunuh Dan Memakan Semut.

Tanpa kita sadari kita telah hidup bersama dengan semut dikarenakan disekeliling kita banyak semut yang hidup berdampingan kita. Semut diketahui penghuni alam dari 80 juta tahun yang lalu. Semut adalah serangga eusosial (memiliki jiwa sosial seperti manusia, contohnya : semut selalu bekerjasama untuk mengangkat makanan mereka) berasal dari keluarga formisidae termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan lebah, sebagian besar hidup di kawasan tropika.

Para cerdik pandai menyatakan semut terdapat kira-kira 12000 kelompok semuanya . Semut dikelompokkan menjadi 3 yaitu : Raja semut, semut pekerja, pejantan semut.

Manusia mengenal Raja Semut dengan nama semut api karena biasanya kalau
menggit menyakitkan seumpama api menyengat. Semut Konkiak disebut juga dengan semut hitam (semut ini kalau menggigit tidak begitu menyakitkan), dan sebagainya.

Ada beberapa keistimewaan semut, di antaranya :
1. Semut mempunyai 500.000 sel saraf yang termuat dalam 2/3 mililiter tubuh mereka.
2. Semut berkomunikasi dengan isyarat kimiawi yaitu semiokeemikal zat kimia yang digunakan semut.
3. Semut yang paling berbahaya adalah semut bulldog hitam dari Australia karena mampu membunuh manusia.
4. Hewan yang paling banyak di muka bumi adalah semut.   
5. Meskipun ukuran tubuhnya yang relatif kecil, semut termasuk hewan terkuat di dunia. Semut pejantan mampu menopang beban dengan berat dua kali lima puluh kali berat badannya.
6. Menggunakan asam format / asam semut sebagai pertahanan diri .

Meskipun bentuk semut yang kecil dan sering di anggap oleh sebagian orang adalah hewan yang menjijikan, tetapi semut punya jiwa sosial dan suka bekerjasama, yang sudah di sebutkan diatas tadi.

Seringkali hewan ini muncul ketika menemui sesuatu yang mengandung rasa manis. Terkadang aktivitas semut tidak sampai menyakiti manusia, hanya sebatas berkeliling mencari makanan saja, namun tak jarang juga kita lihat dalam jenis semut tertentu aktivitasnya sampai mengganggu bahkan menyakiti manusia, hingga akhirnya semut itu dibunuh dengan tujuan supaya tidak mengganggu dan menyakiti lagi. Sebenarnya bagaimana hukum membunuh semut itu? Ada juga orang yang sengaja atau tidak sengaja memakan / meminum semut. Tapi apa hukumnya ya? Mari kita lihat hukum membunuh / memakan / meminum semut.

Dalam salah satu hadits dijelaskan :

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ

“Rasulullah melarang membunuh burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud” (HR. Ibnu Majah)

Selintas jika dipahami dari hadits di atas menyatakan bahwa membunuh semut adalah hal yang dilarang oleh Rasulullah , sehingga termasuk perbuatan yang harus dihindari.

Namun para ulama mengarahkan bahwa semut yang dimaksud dalam hadits tersebut tidaklah bermakna mutlak yang mencakup seluruh jenis semut, namun hanya tertentu pada semut-semut besar dan panjang yang tersebut dalam kisah Nabi Sulaiman. Sehingga ketika semut selain jenis ini boleh-boleh saja untuk dibunuh, terlebih ketika semut itu menyakiti terhadap manusia atau mengganggu aktivitasnya. Bahkan jika semut besar dan panjang  yang haram dibunuh ini menyakiti manusia maka keharaman membunuhnya menjadi hilang, sehingga boleh-boleh saja hewan ini dibunuh. Bolehnya membunuh semut ini dengan catatan sekiranya cara membunuhnya tidak dengan cara membakarnya, tapi dengan cara lain seperti memukul atau menginjaknya, sebab membunuh semut dengan perantara membakar akan menyakiti terhadap semut itu sendiri. Kita diperintahkan untuk menggunakan cara yang baik dalam membunuh hewan. Salah satu cara yang baik adalah tidak membunuh dengan sesuatu yang akan semakin menyiksa hewan tersebut.

ـ (مسألة : ك) : روى أبو داود "أنه نهى عن قتل أربع من الدواب : النملة والنحلة والهدهد والصرد" والمعروف حمل النهي على النمل الكبير السليماني الطويل الذي يكون في الخراب فيحرم قتله على المعتمد ، إذ الأصل في النهي التحريم ، وخروجه عنه في بعض المواضع إنما هو بدليل يقتضيه ، أما النمل الصغير المسمى بالذر فيجوز بل يندب قتله بغير الإحراق لأنه مؤذ ، فلو فرض أن الكبير دخل البيوت وآذى جاز قتله اهـ. قلت : ونقل العمودي في حسن النجوى عن شيخه ابن حجر أنه إذا كثر المؤذي من الحشرات ولم يندفع إلا بإحراقه جاز اهـ

“Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah melarang untuk membunuh empat jenis binatang yaitu semut, tawon, burung hud-hud dan burung shurad. Hal yang telah diketahui bahwa larangan membunuh semut dalam hadits tersebut diarahkan pada semut yang besar dan panjang yang terdapat di masa Nabi Sulaiman as. yang biasa terdapat di reruntuhan bangunan, maka haram membunuh semut jenis ini menurut pendapat yang kuat, sebab hukum asal dari sebuah larangan adalah menuntut keharaman, dan keluarnya larangan dari hukum haram di sebagian teks dikarenakan adanya dalil yang menuntut menghukumi tidak haram. Adapun semut yang kecil, yang dalam istilah Arab dikenal dengan nama dzurr maka boleh bahkan Sunnah membunuhnya namun dengan selain dengan cara membakar, sebab membakar ini menyakitkan. Jika terdapata semut besar yang masuk ke rumah dan menyakiti penghuni rumah itu maka boleh untuk membunuhnya. Dikutip dari pendapatnya Imam ‘Amudi  dalam kitab Husni an-Najwa dari gurunya, Imam Ibnu Hajar bahwa boleh membunuh hewan hasyarat (hewan melata kecil, termasuk semut) ketika menyakiti dengan cara membakarnya ketika memang tidak ad acara lain selain membakarnya” (Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawy, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 551)

Apabila ada semut yang masuk ke dalam makanan, apa hukumnya memakan makanan tersebut ?

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, Syah Minhaj (40/403) karangan Imam  Zakaria Al - Anshori dijelaskan bahwa apabila semut jatuh ke madu kemudian madu itu di masak , maka boleh memakan semut tadi bersama madu, tetapi kalau jatuh di daging yang memungkinkan memisahkan bangkai semut tadi, maka tidak boleh memakannya dan harus di pisahkan dari daging yang di masak.

Sangat jelas, alasan di perbolehkan makan bangkai semut bersama makanan yang tercampur adalah karena sulit memisahkannya, sejauh masih bisa dipisahkan dan untuk mengeluarkannya dari makanan, maka harus dilakukan dan tidak boleh memakannya (semut). Dan apabila semutnya sudah dipisahkan dari makanan tersebut, maka makanan tersebut masih boleh di makan.

Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ummuddin(1/438) juga menegaskan bahwa apabila semut atau lalat terjatuh ke dalam periuk makanan, maka tidak harus menumpahkan dan membuang semua makanan yang ada dalam periuk makanan tadi karena yang dianggap menjijikan adalah fisik bangkai semut tadi, sejauh serangga itu tidak mempunyai darah maka tidak najis, ini juga menunjukkan bahwa larangan makan semut karena di anggap menjijikan.

-Hayat al – Hayawan menegaskan haram makan semut dan makruh mengkonsumsi makanan yang sudah di hinggapi semut. Karena agama menghukumi haram memakannya karena termasuk hasyarat (binatang melata).

Bangkai semut yang masuk dalam minum, apa hukumnya meminum air tersebut ?

Semut Adalah binatang yang tidak mengalirkan darahnya. Bangkai semut adalah najis yang di maafkan oleh Allah SWT (apabila kita tidak sengaja memakan/meminum tersebut maka dosa memakan/meminumnya masih dapat di maafkan oleh Allah SWT bisa disebut juga najis ringan). Namun masuk semut pada minuman itu hukumnya ada dua, yaitu :

1. Semut Masuk Dalam Keadaan Sudah Mati.

Semut itu sudah menjadi bangkai tetapi jika masuk atas ikhtiar manusia (secara sadar) , seperti memasukkan gula yang ada bangkai semutnya, maka air itu najis, tidak boleh di minum, kalau masuk bukan ikhtiar manusia (secara tidak sadar), contoh seperti ditiup angin selagi tidak mengubah sifat air maka boleh di minum dengan syarat membuang dulu bangkai semut yang sudah mati itu. Apabila semutnya sudah di buang dari air tersebut maka air itu hukumnya tidak najis, dan air itu boleh di minum.

2. Semut Masuk Dalam Keadaan Masih Hidup.

Jika semut itu mati sendiri di dalam air atas sebab ikhtiar manusia (secara sadar) , maka air itu najis dan tidak boleh di minum. Ini boleh berlaku karena air itu ditapis / memasukkan yang ada semut / memasukkan air yang ada semut / memasukkan air  yang ada dalam cawan mengandungi semut. Jika bukan dengan ikhtiar manusia (secara tidak sadar), seperti ia masuk dengan sendirinya / ditiup angin , maka tidak najis dan boleh diminum dengan syarat bangkai semut itu di buang dahulu.

Apakahah boleh memakan semut untuk pengobatan?

Mengenai tentang boleh tidaknya berobat dengan hal-hal yang haram, seperti memakan semut para ulama’ dengan berbagai argumentasi yang mereka kemukakan, berbeda pendapat menjadi empat:

1. Pendapat pertama menyatakan boleh berobat dengan yang haram dalam keadaan darurat (kritis) dan tidak ditemukan obat lain.

2. Pendapat kedua menyatakan haram secara mutlak.

3. Pendapat ketiga menyatakan dalam kondisi darurat boleh berobat dengan yang haram/najis, kecuali khamar.

4. Pendapat keempat menyatakan tidak haram menggunakan obat dari jenis-jenis serangga meskipun menjijikkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makan, minum atau membunuh semut dengan sengaja tanpa (tidak) sesuatu yang darurat (seperti buat obat yang tidak ada obat lagi selain semut, atau bila semut dapat membahayakan dirinya) maka hukumnya dilarang membunuh semut atau memakannya, sedangkan makan atau minum semut atau bangkainya bila tidak disengaja memakan atau meminumnya maka dimaafkan.

Wallahu A’lam Bishowab.

(Referensi Dari Berbagai Sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shalawat ‘Azhimiyyah (As Sayyid Ahmad bin Idris (Tarekat Idrisiyyah)).

Ratib Al Akbar.

Perbendaharaan Langit dan Bumi