Dalil rebana, terbangan atau hadroh.
Dalil rebana, terbangan atau hadroh.
Boleh hukumnya memainkan rebana (dan diiringi
dengan pembacaan shalawat) meskipun di dalam masjid, misalnya untuk kepentingan
acara pernikahan. Hal itu diterangkan di dalam kitab:
1. Al-Fatawa Al-Kubra al-Fiqhiyyah, karya
Imam Ibnu Hajar al-Haitami, jilid 4 halaman 356, cetakan “Darul Fikr” Beirut
Libanon dengan keterangan sebagai berikut:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺳﻨﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ – ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ – ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ –
ﻗﺎﻝ
»ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ
ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﺿﺮﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺪﻑ« ﻭﻓﻴﻪ ﺇﻳﻤﺎﺀ
ﺇﻟﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺿﺮﺏ ﺍﻟﺪﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻷﺟﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﻌﻠﻰ
ﺗﺴﻠﻴﻤﻪ ﻳﻘﺎﺱ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻩ
Artinya: Dan di dalam kitab hadits
At-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah, dari Aisyah, semoga Allah ta’ala
meridhoinya!, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siarkanlah
pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana!
Di dalam hadits tersebut merupakan isyarat
akan dibolehkannya memainkan rebana di masjid-masjid karena acara resepsi
pernikahan. Dengan demikian atas ketaslimannya (menerima hukum dibolehkannya
memainkan rebana), maka dengan itu diqiyaskan atau dianalogikan kepada
memainkan rebana selain untuk acara resepsi pernikahan.
2. Sunan Ibnu Majah, jilid 1 halaman 611,
cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻧﺼﺮ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﺠﻬﻀﻤﻲ ﻭ ﺍﻟﺨﻠﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ .
ﻗﺎﻝ : ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻴﺴﻰ ﺍﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ , ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻴﺎﺱ ,
ﻋﻦ ﺭﺑﻴﻌﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ , ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ , ﻋﻦ
ﻋﺎﺋﺸﺔ , ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ :
ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ , ﻭ ﺍﺿﺮﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﻐﺮﺑﺎﻝ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Nashr
bin al-Jahdhomi dan Kholil bin Amr, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami
Isya ibnu Yunus, dari Kholid bin Ilyas, dari Robi’ah bin Abi Abdurrahman, dari
al-Qasim, dari Aisyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda: Dan siarkanlah pernikahan ini dan mainkanlah rebana!.
3. Sunan at-Tirmidzi, jilid 2 halaman 276,
cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﻨﻴﻊ . ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﻳﺰﻳﺪ ﺑﻦ ﻫﺎﺭﻭﻥ .
ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ
ﻋﻴﺴﻰ ﺑﻦ ﻣﻴﻤﻮﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ , ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ
ﻗﺎﻟﺖ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ :
ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭ ﺍﺟﻌﻠﻮﻩ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ , ﻭ ﺍﺿﺮﺑﻮﺍ
ﻋﻠﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺪﻓﻮﻑ . ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﻏﺮﻳﺐ ﻓﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺎﺏ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Mani’. Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun. Telah
menceritakan kepada kami Isya bin
Maimun dari al-Qasim bin Muhammad, dari
Aisyah beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: Siarkanlah pernikahan ini dan
lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana ! Ini Hadits Hasan
Gharib di dalam Bab ini.
4. Telah menceritakan kepada
kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Al Harits bin 'Ubaid Abu Qudamah
dari 'Ubaidullah bin Al Akhnas dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya
bahwa seorang wanita telah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah bernadzar untuk memukul
REBANA di hadapan anda. Beliau berkata: "Penuhi nadzarmu!" Ia
berkata; sesungguhnya saya bernadzar untuk menyembelih di tempat ini dan ini.
Yaitu tempat yang dahulu orang-orang Jahiliyah menyembelih padanya. Beliau
berkata: "Untuk patung?" Ia berkata; tidak. Beliau berkata:
"Untuk berhala?" Ia berkata; tidak. Beliau berkata: "Penuhi
nadzarmu!" (HR. Abu Daud No.2880)
5. Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari
'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah dari 'Aisyah, bahwa Abu Bakar? radliallahu
'anhu pernah masuk menemuinya pada hari-hari saat di Mina (Tasyriq). Saat itu
ada dua budak yang sedang bermain REBANA,
sementara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menutupi wajahnya dengan kain.
Kemudian Abu Bakar melarang dan menghardik kedua sahaya itu, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melepas kain yang menutupi wajahnya seraya
bersabda: "Biarkanlah wahai Abu Bakar. Karena ini adalah Hari Raya
'Ied." Hari-hari itu adalah hari-hari Mina (Tasyriq)." 'Aisyah
berkata, "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menutupi aku
dengan (badannya) sedangkan aku menyaksikan budak-budak Habasyah yang sedang
bermain di dalam masjid. Tiba-tiba 'Umar menghentikan mereka, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Biarkanlah mereka dengan
jaminan Bani Arfidah, yaitu keamanan." (HR. Bukhori N0.394)
Tanya jawab tentang Hadroh kepada Al Habib
Mundzir bin Fuad Al Musawa.
Pertanyaan.
Assalamu’alaikum Wr,Wb.
Habib, saya mohon penjelasan/dalil mengenai
diperbolehkannya, memukul
rebana di dalam masjid terutama pada acara
maulid.
karena ada teman saya yang menanyakan hal tersebut.
insyaAllah jawaban dari habib saya akan
informasikan kepada hadirin melalui selebaran, pada acara maulid Akbar tgl 1
April di Masjid kami Al Majid (Jakarta Pusat)
Al Afwu
Jazaakallah khairon katsir.
Wassalamu’alaikum Wr,Wb.
Jawaban Al Habib Mundzir Al Musawa.
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
cahaya keridhoan Nya semoga selalu menerangi
anda dan keluarga,
Saudaraku yg kumuliakan,
Didalam madzhab syafii bahwa Dufuf (rebana)
hukumnya Mubah secara Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11),
diriwayatkan pula bahwa para wanita memukul
rebana menyambut Rasulullah saw disuatu acara pernikahan, dan Rasul saw
mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka berkata :
bersama kami seorang nabi yg mengetahui apa yg akan terjadi”, maka Rasul saw
bersabda : “Tinggalkan kalimat itu, dan ucapkan apa apa yg sebelumnya telah kau
ucapkan”. (shahih Bukhari hadits no.4852),
juga diriwayatkan bahwa rebana dimainkan saat
hari asyura di Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu ‘anhum (sunan Ibn Majah
hadits no.1897)
Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar bahwa Duff
(rebana) dan nyanyian pada pernikahan diperbolehkan walaupun merupakan hal
lahwun (melupakan dari Allah), namun dalam pernikahan hal ini (walau lahwun)
diperbolehkan (keringanan syariah karena kegembiraan saat nikah), selama tak
keluar dari batas batas mubah, demikian sebagian pendapat ulama (Fathul Baari
Almasyhur Juz 9 hal 203)
Menunjukkan bahwa yg dipermasalahkan mengenai
pelarangan rebana adalah karena hal yg Lahwun (melupakan dari Allah), namun
bukan berarti semua rebana haram karena Rasul saw memperbolehkannya, bahkan
dijelaskan dg Nash Shahih dari Shahih Bukhari, namun ketika mulai makna
syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah swt maka Rasul saw melarangnya,
Demikianlah maksud pelarangannya di masjid,
karena rebana yg mengarah pada musik lahwun, sebagian ulama membolehkannya di
masjid hanya untuk nikah walaupun Lahwun, namun sebagian lainnya mengatakan yg
dimaksud adalah diluar masjid, bukan didalam masjid,
pembahasan ini semua adalah seputar hukum
rebana untuk gembira atas akad nikah dg lagu yg melupakan dari Dzikrullah.
Berbeda dengan rebana dalam maulid, karena
isi syairnya adalah shalawat, pujian pada Allah dan Rasul Nya saw, maka hal ini
tentunya tak ada khilaf padanya, karena khilaf adalah pada lagu yg membawa
lahwun.
Sebagaimana Rasul saw tak melarangnya, maka
muslim mana pula yg berani mengharamkannya, sebab pelarangan di masjid adalah
membunyikan hal yg membuat lupa dari Allah didalam masjid,
sebagaimana juga syair yg jelas jelas
dilarang oleh Rasul saw untuk dilantunkan di masjid, karena membuat orang lupa
dari Allah dan masjid adalah tempat dzikrullah, namun justru syair pujian atas
Rasul saw diperbolehkan oleh Rasul saw di masjid, demikian dijelaskan dalam
beberapa hadits shahih dalam shahih Bukhari, bahkan Rasul saw menyukainya dan
mendoakan Hassan bin Tsabit ra. yg melantunkan syair di masjid, tentunya syair
yg memuji Allah dan Rasul Nya.
saudaraku, rebana yg dipakai di masjid itu
bukan Lahwun dan membuat orang lupa dari Allah, justru rebana rebana itu
membawa muslimin untuk mau datang dan tertarik hadir ke masjid, duduk
berdzikir, melupakan lagu lagu kafirnya, meninggalkan alat alat musik setannya,
tenggelam dalam dzikrullah dan nama Allah swt, asyik ma’syuk menikmati rebana
yg pernah dipakai menyambut Rasulullah saw,
mereka bertobat, mereka menangis, mereka
asyik duduk di masjid, terpanggil ke masjid, betah di masjid, perantaranya
adalah rebana itu tadi dan syair syair Pujian pada Allah dan Rasul Nya
dan sebagaimana majelis kita telah dikunjungi
banyak ulama, kita lihat bagaimana Guru Mulia Al hafidh Al habib Umar bin
hafidh, justru tersenyum gembira dengan hadroh majelis kita, demikian pula Al
Allamah Alhabib Zein bin Smeth Pimpinan Ma’had Tahfidhul qur’an Madinah Almunawwarah,
demikian pula Al Allamah Al Habib Salim bin Abdullah Asyatiri yg Pimpinan Rubat
Tarim juga menjadi Dosen di Universitas Al Ahqaf Yaman, .demikian Al Allamah
Alhabib Husein bin Muhamad Alhaddar, Mufti wilayah Baidha.
mereka hadir di majelis kita dan gembira,
tentunya bila hal ini mungkar niscaya mereka tak tinggal diam, bahkan mereka
memuji majelis kita sebagai majelis yg sangat memancarkan cahaya keteduhan
melebih banyak majelis majelis lainnya.
mengenai pengingkaran yg muncul dari beberapa
ulama kita adalah karena mereka belum mencapai tahqiq dalam masalah ini, karena
tahqiq dalam masalah ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah dimainkan
dihadapan Rasulullah saw yg bila alat itu merupakan hal yg haram mestilah Rasul
saw telah mengharamkannya tanpa membedakan ia membawa manfaat atau tidak, namun
Rasul saw tak melarangnya, dan larangan Rasul saw baru muncul pada saat
syairnya mulai menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat pelarangannya adalah
pada tujuannya.
Demikian saudaraku yg kumuliakan,
selamat atas maulid di wilayah anda, semoga
dalam kebahagiaan dan keluhuran selalu,
Wallahu a’lam.
Tanya jawab tentang Hadroh kepada Al Habib
Mundzir bin Fuad Al Musawa.
Jawaban.
Mengenai shalawat yg dibarengi rebana
merupakan sunnah Rasul saw, hanya ustad-ustad yg tak mengerti hukum syariah yg
melarangnya, mereka tertipu dg kebodohannya sendiri.
sebagaimana Ijma’ seluruh Ulama Ahlussunnah
waljamaah pengertian sunnah adalah apa apa yg dikerjakan oleh Rasul saw, dan
apa apa yg diperintahkan oleh Rasul saw, dan apa apa yg dilihat oleh Rasul saw
dan beliau saw tak melarangnya.
maka fahamlah kita bahwa bila Rasul saw
melihatnya dan tak melarangnya maka itu adalah sunnah, dan Rasul saw disambut
oleh Muhajirin dan Anshor dg rebana dan qasidah thala’al badru alaina ketika
beliau tiba dalam hijrahnya dari Makkah menuju Madinah,, dan Rasul saw tak
melarangnya. (teriwayatkan dalam hampir seluruh kitab sirah Nabi saw)
maka tiada pula sahabat melarang rebana,
tidak pula tabi’in, tak pula Muhadditsin, lalu siapa yg melarangnya?, mungkin
mereka lebih mulia dari Rasul saw hingga melarang apa apa yg tak dilarang oleh
Rasul saw.
mereka mengatakan bahwa Rasul saw
membiarkannya karena saat itu keimanan kaum anshar masih baru, butuh
penyesuaian untuk melarangnya, hujjah ini munkar, karena bila hal itu benar
maka pasti ada pelarangan dari Rasul saw ditahun-tahun berikutnya, dan itu tak
pernah terjadi.
anda tanyakan saja pd ustadz anda, munculkan
satu saja, hadits yg melarang rebana yg dilakukan oleh Anshar, mereka melarang
tanpa punya dalil, jangankan shahih, hadits dhaif pun tak ada, bahkan ucapan
sahabat pun tak ada, tidak pula para Imnam Imam Muhadditsin.
darimana pula orang orang itu mengenal
shalawat dengan rebana kalau bukan dari Anshar yg memulainya dan Rasul saw tak
melarangnya.
Semoga Allah memberi hidayah pd nya agar ia
kembali dan sembuh dari wabah penyakit hati yg sedang gencar menjangkiti
permukaan bumi ini, wabah yg bukan membawa penyakit di bumi, tapi membawa
kesengsaraan di alam kubur dan akhirat,
mengenai alat musik lainnya, ada pelarangan
dengan Nash hadits yg jelas, seperti alat musik petik, Mizmar (seruling yg
mencembung ditengahnya),dan beberapa alat musik lainnya yg memang ada Nash yg
jelas, namun bukan rebana.
Website
: http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau
https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram
: @shulfialaydrus
Instagram
Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter
: @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram
: @habibshulfialaydrus
Telegram
Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook
: https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group
Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi
atau infak atau sedekah.
Bank
BRI Cab. JKT Joglo.
Atas
Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek
: 0396-01-011361-50-5.
Penulis
: Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.
محمد
سلفى بن أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar