Mengucap Kata Sayyidina.
Mengucap
Kata Sayyidina.
Kata-kata
“sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum
muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan
yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi
Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:
الأوْلَى
ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ
“Yang
lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal
yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Hasyisyah al-Bajuri, juz I,
hal 156).
Pendapat
ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:
عن
أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ
يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ
وأول مُشَافِعٍ
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid
(penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur,
orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak
untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).
Hadits
ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti
Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW
menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:
“Kata
sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja,
sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits
'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW
menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam
kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat
Tathbiq, 169)
Ini
sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina.
Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita
umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.
Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?
Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?
لَا
تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ
“Janganlah
kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat”
Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.
Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي
Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.
Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.
Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي
Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al
‘Aydrus.
محمد سلفى بن
أبو نوار العيدروس
Komentar
Posting Komentar