AMALAN-AMALAN ISTIMEWA MALAM JUM’AT DAN HARI JUM’AT.

AMALAN-AMALAN ISTIMEWA MALAM JUM’AT DAN HARI JUM’AT.

1. Disunnahkan pada shalat Shubuh di hari Jum'at, imam membaca surat al-Sajdah al-Insan secara sempurna.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، يَوْمَ الْجُمُعَةِ: الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ

Bahwanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengerjakan shalat Shubuh pada hari Jum’at, beliau membaca: “ALIF LAAM MIIM TANZIIL” (surat As Sajadah) dan, “HAL ATAA ‘ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI” (surat Al Insan). (HR. Bukhari No.891, dan Muslim No.879).

2. Disunnahkan memperbanyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Hal ini berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ

"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku."

Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim)

3. Disunnahkan membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at berdasarkan hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan untuknya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim)

4. Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki-laki muslim, merdeka, mukallaf, dan tinggal di negerinya. Atas mereka shalat Jum'at hukumnya wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jika mereka menghadirinya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban menghadiri shalat Jum'at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti': 5/7-24)

5. Mandi besar pada hari Jum'at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau bersabda,

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)

6. Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya merupakan adab menghadiri shalat Jum'at yang kudu diperhatikan oleh seorang muslim. Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad)

Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada)." (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Disunnahkan berangkat lebih pagi (lebih awal) saat menghadiri shalat Jum'at. Sunnah ini hamper-hampir saja mati dan tidak pernah terlihat lagi.

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhori dan Muslim)

dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Apabila hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Saat menunggu imam datang, seorang muslim yang menghadiri shalat jum'at dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan shalat, dzikir ataupun membaca Al-Qur'an.

9. Wajib mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama, tidak boleh sibuk sendiri sehingga tidak memperhatikannya. Akibatnya, Jum'atannya akan sia-sia.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaqun 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)

Makna laghauta, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam", makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”

Dalam hadits lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim)

Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, "dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."

laghauta : yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.

10. Pada saat masuk masjid, didapati imam sudah naik mimbar menyampaikan khutbah, maka tetap disunnahkan untuk shalat dua rakaat yang ringan sebelum ia duduk. Hal ini didasarkan kepada hadits Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, yang menceritakan: Bahwa Sulaik al-Ghathafani datang ke masjid pada hari Jum'at saat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah. Sulaik langsung duduk, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika salah seorang kalian mendatangi shalat Jum'at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat lalu baru duduk." (HR. Muslim)

11. Jika sudah selesai melaksanakan shalat Jum'at, disunnahkan mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Di sebagian riwayat disebutkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat sesudah Jum'at sebanyak dua rakaat, (Muttafaq' alaih). Dan terdapat dalam riwayat lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada orang yang melaksanakan shalat sesudah Jum'at sebanyak empat rakaat, (HR. Muslim)

Ishaq rahimahullah berkata, "Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat."

Abu Bakar al-Atsram berkata, "Kedua-duanya boleh." (al-Hadaiq, Ibnul Jauzsi: 2/183)

"Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat."

12. Memperbanyak doa di penghujung hari Jum'at, karena termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat). (HR. Bukhori dan Muslim)

13. Dimakruhkannya puasa pada hari jum’at jika sebelum dan atau sesudahnya tidak melakukan puasa. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ، إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

“Janganlah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali dibarengi dengan satu hari sebelum atau sesudahnya”. (Shahih Bukhari, no. 1985, Shahih Muslim, no.1144. Adapun yang tertera disini adalah redaksi Imam Bukhari)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Juwairiyah “ummul mu’minin” (ibunda kaum mukmin, istri Rasulullah) radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ، فَقَالَ: «أَصُمْتِ أَمْسِ؟»، قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: فَأَفْطِرِي

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemuinya pada hari Jum’at ketika dia sedang berpuasa. Beliau bertanya: “Apakah kemarin kamu juga berpuasa?” Dia menjawab: “Tidak”. Beliau bertanya lagi: “Apakah besok kamu berniat berpuasa?” Dia menjawab: “Tidak”. Maka Beliau berkata: “Berbukalah (batalkan puasamu)” (Shahih Bukhari, no.1986)

Menurut pendapat yang shohih dalam madzhab syafi’i dan juga pendapat mayoritas ulama’ puasa pada hari jum’at secara tersendiri hukumnya makruh, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi.

Imam Nawawi juga menjelaskan bahwa hikmah dari dimakruhkannya puasa pada hari jum’at secara tersendiri adalah dikarenakan hari jum’at merupakan hari yang dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah berupa dzikir, do’a, membaca qur’an dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu disunahkan untuk tidak berpuasa pada hari ini agar dapat membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dengan giat tanpa kebosanan. Hal ini seperti halnya anjuran yang diperuntukkan bagi orang haji yang sedang berada di padang arafah, yang lebih utama baginya adalah tidak melakukan puasa karena hikmah yang sama seperti dalam hal kemakruhan puasa jum’at.

Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari sayyidina Ali karramallahu wajhah;

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَطَوِّعًا مِنَ الشَّهْرِ أَيَّامًا، فَلْيَكُنْ صَوْمُهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَلَا يَصُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّهُ يَوْمُ طَعَامٍ وَشَرَابٍ، وَذِكْرٍ

“Barangsiapa diantara kalian yang mengerjakan amalan sunah beberapa dari satu bulan, maka hendaklah puasanya dikerjakan pada hari kamis, dan tidak berpuasa pada hari jum’at, karena sesungguhnya hari jum’at adalah hari makan , minum (tidak berpuasa), dan berdzikir”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah No.9243)

Sedangkan menurut pendapat yang dipilih oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar, hikmah dari kemakruhan puasa pada hari jum’at adalah bahwa hari jum’at adalah hari raya kaum muslimin, dan sebagaimana yang dudah diketahui pada hari raya kita dilarang untuk berpuasa. Hal ini dikuatkan dengan hadits marfu’ dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Hakim;

يَوْمُ الْجُمُعَةِ عِيدٌ فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

“Hari jum’at adalah hari raya, maka jangan kalian jadikan hari raya kalian sebagai hari puasa kalian kecuali jika sebelum atau sesudahnya kalian berpuas.” (Al-Mustadrak, No.1595)

Sedangkan menurut pendapat lain yang dipilih oleh Imam Suyuthi, hikmah dari kemakruhan puasa pada hari jum’at adalah untuk menyelisihi orang-orang yahudi dimana mereka berpuasa pada hari raya mereka.

14. Dimakruhkannya melakukan ibadah yang khusus pada malam harinya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya.” (Shahih Muslim, no.1144)

Dalam kitab Syarah Shohih Muslim imam Nawawi menjelaskan bahwa didalam hadits ini terdapat larangan yang jelas mengenai pelaksanaan sholat yang khusus dilakukan pada malam jum’at, dan kemakruhan ini telah disepakati oleh semua ulama’.

15. Memperbanyak do’a di hari Jum’at.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut. (HR. Al Hakim)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Kapan waktu mustajab di hari Jum’at?

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:

هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة

“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Al Hakim).

Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:

يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر

“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Dawud).

Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shalawat ‘Azhimiyyah (As Sayyid Ahmad bin Idris (Tarekat Idrisiyyah)).

Ratib Al Akbar.

Perbendaharaan Langit dan Bumi